Kamis, 02 Februari 2012

Nota Keberatan (EKSEPSI)

                                           NOTA KEBERATAN (EKSEPSI)




ATAS NAMA TERDAKWA:
HARIS DIRAJA bin IBNU SUBIANTO
Nomor Register Perkara: 045/08/2009/Pen.Tipikor/PN.JAKPUS

KANTOR ADVOCATE AND LEGAL CONSULTANT
SELALU MENANG



Jakarta, 18 Agustus 2009


KANTOR ADVOCATE AND LEGAL CONSULTANT
SELALU MENANG
Nomor Register Perkara: 045/08/2009/Pen.Tipikor/PN.JAKPUS


NOTA KEBERATAN (EKSEPSI)
Atas Nama Terdakwa: HARIS DIRAJA bin IBNU SUBIANTO

Merujuk pada Pasal 26 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, hukum acara yang diberlakukan adalah UU No. 8 Tahun tahun 1981 tentang KUHAP pengajuan keberatan oleh terdakwa atau penasehat hukumnya dan pendapat penuntut umum serta keputusan majelis hakim atas keberatan tersebut diatur dalam pasal 156 ayat (1) KUHAP.

Keberatan (eksepsi) terhadap dakwaan jaksa penuntut umum Tindak Pidana Korupsi yang didasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum tindak pidana korupsi dengan Nomor Register Perkara: PPK-01/ KPK/ JKT/ 07/ 2009 yang dibacakan pada hari Selasa, 18 Agustus 2009. Keberatan-keberatan dimaksud diuraikan sebagai berikut :

I.    KEBERATAN (EKSEPSI) OBSCUUR LIBELLUM KE 1

Pasal 156 ayat 1 KUHAP
Oleh karena dakwaan penuntut umum tindak pidana korupsi terhadap terdakwa secara spesifik disebutkan bahwa terhadap diri terdakwa telah didakwakan melakukan tindak pidana korupsi pada proyek pengadaan buku SD dan SMP Kabupaten Semarang, sedangkan dakwaan ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 15, Pasal 3 jo. Pasal 15; Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 15, Pasal 13 jo. Pasal 15; Pasal 12 huruf a jo. Pasal 15, Pasal 12 huruf b jo. Pasal 15, Pasal huruf e jo. Pasal 15 yang jelas-jelas melanggar hukum (breach of law) dan bertentangan dengan asas praduga tidak bersalah (contrary to the presumption of innocent)  seperti yang digariskan berbeda melalui Pasal 37 ayat (1) jo. Pasal 37 ayat (5),Pasal 37 ayat (2) jo. Pasal 37 ayat (5) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 37 ayat (1) jo. Pasal 37 ayat (5) dan Pasal 37 ayat (2) jo. Pasal 37 ayat (5) UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang apabila diteliti secara mendalam, dakwaan Jaksa Penuntut Umum adalah tidak tepat kiranya sebab di dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum ternyata belum mampu melakukan pembuktian bahwa kegiatan yang dilakukan oleh terdakwa telah terbukti melawan hukum dan bertujuan untuk memperkaya dan/atau menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang korporasi atau sampai merugikan keuangan atau perekonomian negara, sehingga surat dakwaan yang telah disampaikan tersebut menjadi kabur dan/atau tidak jelas arahan terhadap diri terdakwa. Sehingga kami sebagai tim penasehat hukum terdakwa mengalami kesulitan untuk memahami secara jelas dan terang dakwaan penuntut umum yang hal tersebut sangat berpengaruh terhadap proses pembuktian dan pembelaan yang akan dilakukan kemudian apabila sidang tindak pidana korupsi ini tetap dilanjutkan.

II.    KEBERATAN (EKSEPSI) OBSCUUR LIBELLUM KE 2

Pasal 156 ayat 1 KUHAP
Dalam hal Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang mulia belum sependapat dengan keberatan (eksepsi) dakwaan kabur (obscur libellum) ke 1 di atas, maka dengan ini diajukan pula keberatan (eksepsi) dakwaan kabur (obscur libellum) ke 2 berupa fakta-fakta yang ditemukan di Kabupaten Semarang yang cukup penting dari perkara ini, terutama terkait dengan tindak pidana korupsi pengadaan buku SD dan SMP Kabupaten Semarang yang telah didakwakan kepada terdakwa dengan merujuk kepada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 15, Pasal 3 jo. Pasal 15; Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 15, Pasal 13 jo. Pasal 15; Pasal 12 huruf a jo. Pasal 15, Pasal 12 huruf b jo. Pasal 15, Pasal huruf e jo. Pasal 15. Adalah tidak tepat kiranya Saudara Jaksa Penuntut Umum mengarahkan dakwaan kepada diri terdakwa sebagai sosok yang bertanggung jawab atas kasus korupsi pada proyek pengadaan buku SD dan SMP Kabupaten Semarang. Terutama bila disimak dari Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang ditafsirkan secara terbalik (a contrario interpretatie) dalam penafsiran hukumnya terhadap diri terdakwa, sebab sebagai pejabat yang memiliki wewenang, dalam hal ini atas kapasitas yang dimiliki oleh saudara terdakwa sebagai Bupati Semarang maka sudah menjadi kewajiban dari saudara terdakwa untuk mengeluarkan segala kebijakan yang dapat berakibat pada adanya pengeluaran anggaran dari pos Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah atas proyek pengadaan buku SD dan SMP Kabupaten Semarang karena memang di dalam pos Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah telah tersedia alokasi dana untuk membiayai proyek pengadaan buku SD dan SMP Kabupaten Semarang.
Dakwaan saudara jaksa penuntut umum telah membawa arahan bahwa apa yang telah dilakukan oleh saudara terdakwa telah terbukti melawan hukum dan bertujuan untuk memperkaya dan/atau menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang korporasi atau sampai merugikan keuangan atau perekonomian negara, sehingga surat dakwaan yang telah disampaikan tersebut menjadi kabur dan/atau tidak jelas arahan terhadap diri terdakwa. Pertama adalah karena saudara jaksa penuntut umum belum mampu membuktikan sepenuhnya atas dakwaan yang saudara jaksa penuntut umum dakwakan kepada saudara terdakwa, dan juga mengingat kapasitas saudara terdakwa sebagai Bupati Semarang maka kebijakan yang dilakukan oleh Saudara Terdakwa sudah tepat kiranya untuk mengambil semua tindakan terkait proyek pengadaan buku SD dan SMP Kabupaten Semarang karena memang DPRD Kabupaten Semarang telah mengalokasikan secara khusus dana proyek pengadaan buku SD dan SMP Kabupaten Semarang tersebut melalui perubahan Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah Kabupaten Semarang untuk proyek tersebut.

III.    KEBERATAN (EKSEPSI) ERROR IN PERSONA KE 1

Pasal 156 ayat 1 KUHAP
Dalam hal Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang mulia belum sependapat juga dengan keberatan dakwaan kabur (obscur libellum) ke 2 di atas, maka dengan ini diajukan pula keberatan (eksepsi) error in persona ke 1 berupa fakta-fakta yang ditemukan di lapangan yang sangat fundamental berikutnya dari perkara ini, terutama terkait dengan tindak pidana korupsi pengadaan buku SD dan SMP Kabupaten Semarang yang telah didakwakan kepada terdakwa dengan merujuk kepada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 15, Pasal 3 jo. Pasal 15; Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 15, Pasal 13 jo. Pasal 15; Pasal 12 huruf a jo. Pasal 15, Pasal 12 huruf b jo. Pasal 15, Pasal huruf e jo. Pasal 15 telah jelas-jelas bertentangan dengan asas praduga tidak bersalah (contrary to the presumption of innocent) karena dakwaan yang disampaikan Saudara Jaksa Penuntut Umum telah sepenuhnya merujuk dan mengarahkan kepada diri terdakwa sebagai sosok yang harus bertanggung jawab atas adanya tindak pidana korupsi pada proyek pengadaan buku SD dan SMP Kabupaten Semarang. Menjadi suatu kewajiban bagi saudara terdakwa untuk mengetahui segala hal yang berkaitan dengan proyek pengadaan buku SD dan SMP Kabupaten Semarang. Namun, hal tersebut tidak secara langsung menjadikan saudara terdakwa sebagai pihak yang memiliki wewenang penuh atas pengadaan buku SD dan SMP Kabupaten Semarang karena bila mengacu kepada Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah.maka yang dapat dikatakan sebagai pejabat pengguna anggaran untuk pengadaan buku SD dan SMP Kabupaten Semarang adalah saudara Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Semarang.


IV.    KEBERATAN (EKSEPSI) ERROR IN PERSONA KE 2

Pasal 156 ayat 1 KUHAP
Dalam hal Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang mulia belum sependapat dengan keberatan obscur libellum ke 1 di atas, maka dengan ini diajukan pula keberatan (eksepsi) error in persona ke 2 berupa fakta-fakta yang ditemukan di lapangan yang sangat fundamental berikutnya dari perkara ini, terutama terkait dengan tindak pidana korupsi pengadaan buku SD dan SMP Kabupaten Semarang yang telah didakwakan kepada terdakwa dengan merujuk kepada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 15, Pasal 3 jo. Pasal 15; Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 15, Pasal 13 jo. Pasal 15; Pasal 12 huruf a jo. Pasal 15, Pasal 12 huruf b jo. Pasal 15, Pasal huruf e jo. Pasal 15 adalah kurang tepat kiranya Saudara Jaksa Penuntut Umum menjatuhkan dakwaan terhadap diri terdakwa karena tindakan yang dilakukan oleh terdakwa merupakan kebijakan yang sudah seharusnya diambil oleh seorang kepala daerah yang oleh karenanya hal tersebut tidak dapat dilihat hanya dari persepsi hukum bahwa pada proyek pengadaan buku SD dan SMP tersebut telah terjadi tindak pidana korupsi. Hal ini dikarenakan proses pencairan dana atas pengadaan buku SD dan SMP Kabupaten Semarang bahkan tidak melibatkan terdakwa secara langsung melainkan melalui pihak ketiga selaku mediator proses pencairan dana atas proyek pengadaan buku SD dan SMP tersebut.

Maka khususnya menyangkut empat keberatan yang menyangkut obscur libellum dan error in persona (vide pasal 156 ayat 1 KUHAP) yang telah terurai di atas, mohon dengan hormat, sudi kiranya Majelis Hakim yang mulia berkenan menjatuhkan putusan sebagai berikut :
1.    MENGABULKAN keberatan terdakwa, Haris Diraja bin Ibnu Subianto melalui tim penasehat hukumnya dalam keseluruhannya;
2.    MENYATAKAN bahwa dakwaan yang didakwakan kepada terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum merupakan sebuah dakwaan yang kabur (obscur libellum) dan dakwaan dengan subjek hukum yang salah (error in persona), dan oleh karenanya dakwaan tidak dapat diterima dan/atau dakwaan harus batal demi hukum;
3.    MENETAPKAN biaya menurut hukum.

Unsur-unsur penting yang terkait di dalam Nota Keberatan di atas antara lain:
1.    Bahwa semua orang kedudukannya di mata hukum adalah sama sebelum adanya keputusan hukum yang tetap (incraht van gewijz).
2.    Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 hasil amandemen ke-2 tahun 2000 yang menyatakan “ Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.
3.    Bahwa Saudara Penuntut Umum belum mampu membuktikan bahwa terdakwa telah sepenuhnya terbukti bersalah atas usaha memperkaya diri sendiri atau korporasi dalam proyek pengadaan buku SD dan  SMP Kabupaten Semarang.
4.    Bahwa Saudara Penuntut Umum tidak mampu membedakan subjek hukum yang harus bertanggung jawab sepenuhnya atas usaha penyelewengan dana proyek pengadaan buku SD dan SMP Kabupaten Semarang.

Sebagai catatan dari penasehat hukum yang penting terhadap terdakwa HARIS DIRAJA bin IBNU SUBIANTO adalah:
1.    Sifat sosial terdakwa sebagai seorang individu yang senang membantu sesama.
2.    Sifat mudah percaya terdakwa terhadap orang-orang yang dikenalnya sehingga kepercayaannya mudah disalahgunakan dan disalahartikan oleh orang-orang yang mencoba mendapatkan keuntungan pribadi dari terdakwa.

Jakarta, 18 Agustus 2009
Penasehat Hukum,




Advent Siagian, S.H.


Penasehat Hukum,




Aldaova Flanopsky, S.H.

1 komentar: