Minggu, 19 Februari 2012

Contoh Skripsi

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PENATAAN RUANG DI KOTA BANDARLAMPUNG

 





BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang

Saat ini permasalahan penataan ruang yang sering terjadi adalah berupa ketidakpedulian masyarakat (publik) dalam penyelenggaraan penataan ruang dan adanya sikap acuh dan kurang memahami esensi penataan ruang itu sendiri. Hal ini disebabkan kurangnya keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang. Masyarakat adalah subyek dari proses pembangunan sedangkan pemerintah adalah pemberi arah dan fasilitator. Jika subyek tidak berperan secara baik maka proses pembangunan tidak akan berhasil. Ketaatan masyarakat pada rencana tata ruang sangat diperlukan demi suksesnya tujuan penataan ruang. Dan ketaatan membutuhkan prasyarat harus memahami apa dan bagaimana rencana tata ruang wilayah di mana masyarakat tersebut tinggal.
Di sisi lain, pemerintah juga perlu didorong untuk menyelenggarakan pemerintahaan secara baik ( good governance). Pelibatan masyarakat bisa dipandang sebagai kontrol sosial yang akan mendorong pemerintah untuk konsisten melaksanakan rencana tata ruang yang aspiratif.
Konsepsi peran serta masyarakat, walaupun berbagai pihak telah berkeinginan menetapkannya sejak tahun 80-an, tetapi secara formal baru terwujud konsepsinya di tahun 1992 melalui pengundangan UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang di sahkan pada tanggal 13 Oktober 1992 dan kini telah di gantikan oleh Undang – Undang No 26 Tahun 2007 yang di sahkan pada tanggal 26 april 2007. Hal ini juga sebagai upaya mengantisipasi dan menjaga kesinambungan pembangunan. Selanjutnya diikuti oleh Peraturan Pemerintah , pada tanggal 3 Desember 1996, yaitu PP No.69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang sebagai mana telah di perbaharui dan di sahkan pada tanggal 11 oktober 2010 yaitu Peraturan Pemerintah No 68 Tahun 2010 Tentang Bentuk Dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat.
Disamping itu pemerintah telah mempersiapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 1998 tentang Tatacara Peranserta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah. Dalam perundangan tersebut di amanatkan bahwa untuk penyelenggaraan penataan ruang dilaksanakan oleh Pemerintah dengan mengikutsertakan peranserta masyarakat. Peran dan keikutsertaan masyarakat dalam melaksanakan dan mengamankan aturan tersebut amat sangat penting artinya karena hasilnya akan dinikmati kembali oleh masyarakat di wilayahnya.
Selanjutnya dengan merujuk pada TAP MPR IV/MPR/2000 tentang rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah yaitu peningkatan pelayanan publik dan pengembangan kreatifitas masyarakat serta aparatur pemerintahan di daerah terlihat jelas pemberian kesempatan kepada masyarakat untuk berperan aktif dalam berbagai proses penyelenggaraan pembangunan, termasuk didalamnya dalam proses penataan ruang. Semangat tersebut sejalan dengan bunyi pasal 12 UU No 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang bahwa Penataan Ruang dilakukan oleh Pemerintah dan Masyarakat. Prinsip tersebut seiring dengan Peraturan Pemerintah No 69 Tahun 1996 yang mengedepankan Pemerintah sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai pelaku atau stakeholder utama pembangunan.
PP No. 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan hak dan kewajiban, serta bentuk dan tata cara peran serta masyarakat dalam Penataan Ruang diatur hal-hal yang berkaitan dengan Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Masyarakat, Bentuk Peran Serta Masyarakat, Tata Cara Peran Serta Masyarakat dan Pembinaan Peran Serta Masyarakat diatur berdasar tingkatan hirarki Pemerintahan dari tingkat Nasional, tingkat Propinsi dan tingkat Kabupaten/Kota. Dalam PP ini diatur secara rinci pula hak masyarakat dalam proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian tata ruang. Tidak hanya hak, tetapi diatur pula kewajiban masyarakat dalam proses Penataan ruang.
Pada posisi lain dengan diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Daerah, telah memberikan legitimasi untuk menyerahkan kewenangan dalam proses penyelenggaraan penataan ruang kepada daerah. Konsekuensi dari kondisi tersebut antara lain adalah memberikan kemungkinan banyaknya Kabupaten/Kota yang lebih memikirkan kepentingannya sendiri, tanpa memikirkan sinergi dalam perencanaan tata ruang dan pelaksanaan pembangunan dengan Kabupaten/Kota lainnya untuk sekedar mengejar targetnya dalam lingkup masing-masing.
Untuk mensinergikan kepentingan masing-masing Kabupaten/Kota diperlukan satu dokumen produk penataan ruang yang bisa dijadikan pedoman untuk menangani berbagai masalah lokal, lintas wilayah, dan yang mampu memperkecil kesenjangan antar wilayah yang disusun dengan mengutamakan peran masyarakat secara intensif.
Undang – Undang No 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang sebagai dasar pengaturan penataan ruang selama ini sebelum di sahkannya dan di gantikan oleh Undang – Undang No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang pada dasarnya telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam mewujudkan tertib tata ruang sehingga hampir semua pemerintah daerah telah memiliki rencana tata ruang wilayah (RTRW)-nya masing-masing. Pada hakekatnya pembentukan Undang -  Undang perlu memperhatikan dasar-dasar pembentukannya terutama berkaitan dengan landasan-landasan dan asas-asas yang berkaitan dengan materi muatanya. Sekurang -kurangnya, dasar-dasar penyusunan peraturan perundang-undangan harus memiliki tiga landasan, yaitu landasan filosofis, landasan sosiologis, dan landasan yuridis. Landasan-landasan tersebut dapat di jelaskan sebagai berikut:
a.       Landasan filosofis ( Filosofische grondlag )
Landasan filosofis merupakan filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa yang berisi nilai-nilai moral tau etika dari bangsa tersebut. Moral dan etika pada dasarnya berisi nilai-nilai yang baik dan yang tidak baik nilai yang baik adalah pandangan dan cita-cita yang di junjung tinggi. Dimana di dalamnya ada nilai kebenaran, keadilan, kesusilaan, dan berbagai nilai lainya yang di anggap baik. Pengertian baik, benar, adil, dan susila tersebut menurut takaran yang di miliki bangsa yang bersangkutan. Hukum yang baik yang baik harus berdasarkan kepada itu semua. Dibentuk dengan memperhatikan moral bangsa, maka masyarakat akan mematuhi dan mentaatinya.

b.      Landasan sosiologis ( Sosiologische grondslag )
Mempunyai landasan sosiologis karena ketentuan-ketentuannya sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarkat. Hal ini penting agar perundang-undangan yang di buat ditaati oleh masyarakat,tidak menjadi kalimat-kalimat mati belaka. Hal ini berarti bahwa peraturan perundang-undangan yang di buat harus di pahami oleh masyarakat, sesuai dengan kenyataan hidup masyarakat. Membuat suatu aturan yang tidak sesuai dengan tat nilai, keyakinan, dan kesaaran masyarakat tidak akan adda artinya, tidak mungkin dapat di terapkan karena tidak dipatuhi dan tidak ditaati.

c.       Landasan yuridis ( Yuridische grondslag)
Memiliki landasan hukum ( yuridische grondslag ) yang menjadi dasar kewenangan (bevoegdheid atau competentie) pembuatan peraturan perundang-undangan. Apakakah kewenangan seorang pejabat atau lembaga /badan tertentu mempunyai dasar hukum yang di tentukan dalam peraturan perundang-undangan sangat di perlukan. (Bahri Saiful,2006).
Berdasarkan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah di rumuskan adanya asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yaitu sebagai berikut:
1)      Kejelasan tujuan;
2)      Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;
3)      Kesesuaian antara jenis dan materi muatan;
4)      Daftar di laksanakan;
5)      Kedayagunaan dan kehasilgunaan;
6)      Kejelasan rumusan; dan
7)      Keterbukaan;
Pada akhirnya, penataan ruang diharapkan dapat mendorong pengembangan wilayah dalam rangka meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang berkeadilan sosial dalam lingkungan hidup yang lestari dan berkesinambungan melalui penataan ruang.
Undang-Undang nomor 26 tahun 2007 menyebutkan bahwa Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.. Selanjutnya, tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Pengertian penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang termasuk didalamnya penataan ruang kota.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mencoba menguraikan dan membahas tentang “PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PENATAAN RUANG DI KOTA BANDARLAMPUNG”

B.       Rumusan Pemasalahan dan Ruang Lingkup

1.        Rumusan Permasalahan
Dari uraian latarbelakang di atas maka dalam penulisan penelitian ini penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :
a.       Bagaimana peran serta masyarakat dalam pelaksanaan penataan ruang di kota bandarlampung.?
b.      Bagaimana hak dan kewajiban masyarakat dalam pelaksanaan Penataan Ruang di kota bandarlampung.?

2.        Ruang Lingkup
Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam penelitian ini hanya dibatasi pada masalah peran serta masyarakat dalam pelaksanaan penataan ruang di kota bandarlampung.

C.       Tujuan Penelitian dan Kegunaan.

1.        Tujuan Penelitian
Dari uraian latar belakang dan permasalahan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah :
a.       Untuk mengetahui bagaimana peran serta masyarakat dalam pelaksanaan penataan ruang di kota bandarlampung.
b.      Untuk mengetahui bagaiman hak dan kewajiban masyarakat dalam hal perencanaan,pemanfaatan dan pengendalian pemafaatan ruang yang ada di kota bandarlampung.
c.       Untuk mengetahui seberapa besar peran serta masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan penataan ruang
d.      Secara garis besar penulisan penelitian ini sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana hukum.


2.        Kegunaan Penelitian

a)        Dari Segi Teoritis
Secara teoritis adalah untuk memperluas dan memperdalam pemahaman  penulis tentang peran serta masyarakat dalam hal pelaksanaan penataan ruang yang ada di kota bandarlampung.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu hukum melengkapi bahan bacaan di bidang Ilmu Hukum, khususnya Hukum Penataan Ruang dan menjadi kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan serta menjadi titik tolak dalam penelitian sejenis di masa mendatang.

b)        Kegunaan Secara Praktis
Dapat menambah pengetahuan penulis mengenai peranan masyarakat dalam hal pelaksanaan penataan ruang selain itu untuk memberikan sumbangan pemikiran kepada instansi terkait dalam hal pelaksaan penataan ruang khususnya di kota bandarlampung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar