A.
Latar Belakang
Pekerja/buruh
adalah setiap orang yang bekerja untuk orang lain karena adanya pekerjaan yang
harus dilakukan dimana ada unsur perintah, upah dan waktu. Hubungan kerja ini
terjadi antara pekerja/buruh dengan pemberi kerja yang sifatnya individual.
Para pekerja/buruh mempunyai hak untuk membentuk suatu organisasi pekerja bagi
kepentingan para pekerja/buruh tersebut sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Perusahaan
adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang
perorangan, persekutuan, atau badan hukum, baik milik swasta maupun milik
negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan memberi upah atau imbalan dalam
bentuk lain. Sementara itu Pengusaha adalah :
a.
Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan
milik sendiri.
b.
Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan perusahaan bukan miliknya.
c.
Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili
perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b diatas yang berkedudukan
diluar wilayah Indonesia.
Antara
pekerja/buruh dan pengusaha mempunyai persamaan kepentingan ialah kelangsungan
hidup dan kemajuan perusahaan, tetapi di sisi lain hubungan antar keduanya juga
memiliki perbedaan dan bahkan potensi konflik, terutama apabila berkaitan
dengan persepsi atau interpretasi yang tidak sama tentang kepentingan
masing-masing pihak yang pada dasarnya memang ada perbedaan.
Pemerintah
berfungsi utama mengadakan pengaturan agar hubungan antara pekerja/buruh dengan
pengusaha berjalan serasi dan seimbang yang dilandasi oleh pengaturan hak dan
kewajiban secara adil serta berfungsi sebagai penegak hukum. Disamping itu
pemerintah juga berperan sebagai penengah dalam menyelesaikan konflik atau
perselisihan yang terjadi secara adil. Pada dasarnya pemerintah juga menjaga
kelangsungan proses produksi demi kepentingan yang lebih luas.
Dengan
adanya Hubungan kerja yaitu hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh
berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah
atau Hubungan Industrial yaitu suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para
pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur
pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,maka
antara pekerja/buruh dengan pengusaha akan menimbulkan adanya hak dan kewajiban
dari masing-masing pihak, baik dari pihak pekerja/buruh maupun pihak pengusaha.
Hak dan kewajiban tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Pengaturan hak dan kewajiban dituangkan didalam
Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama
(PKB).
Hubungan
Industrial tersebut perlu diatur dengan tujuan akhir adalah terciptanya
produktivitas atau kinerja perusahaan dalam bentuk peningkatan produktivitas
serta kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan pengusaha secara adil.
Untuk
dapat mencapai tujuan akhir tersebut maka perlu adanya ketenangan kerja dan
berusaha atau industrial peace, sebagai tujuan antara. Meningkatnya produktivitas
dan kesejahteraan saling kait mengait, tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
lainnya dan bahkan saling mempengaruhi. Produktivitas perusahaan yang diawali
dengan produktivitas kerja hanya mungkin terjadi apabila didukung oleh kondisi
pekerja/buruh yang sejahtera atau ada harapan yang nyata akan adanya
peningkatan kesejahteraan diwaktu yang akan datang.
Sebaliknya
kesejahteraan semua pihak khususnya para pekerja/buruh hanya mungkin dapat
dipenuhi apabila didukung oleh tingkat produktivitas tertentu, atau adanya
peningkatan produktivitas yang memadai mengarah pada tingkat produktivitas yang
diharapkan.
Undang-Undang
No 13 tahun 2003 Pasal 1 ayat 15. 16
Pengupahan
merupakan sisi yang paling rawan di dalam hubungan industrial. Di satu sisi
upah adalah merupakan hak bagi pekerja/buruh sebagai imbalan atas jasa dan /
atau tenaga yang diberikan, di lain pihak pengusaha melihat upah sebagai biaya.
Dalam rangka memberikan perlindungan terhadap pekerja/buruh atas jumlah
penghasilan yang diperolehnya, maka ditetapkan Upah Minimum oleh pemerintah.
Upah
merupakan hak pekerja/buruh yang seharusnya dapat memenuhi kebutuhan mereka dan
keluarganya. Sistem pengupahan perlu dikembangkan dengan memperhatikan
keseimbangan antara prestasi atau produktivitas kerja, kebutuhan pekerja dan
kemampuan perusahaan. Disamping itu perlu dikembangkan struktur upah yang tidak
rumit dan adanya komponen upah yang jelas sesuai kebutuhan. Mekanisme penetapan
upah dan kenaikan upah sebaiknya diatur didalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Perjanjian
kerja bersama (PKB) dibuat oleh dan antara pekerja/buruh dengan pengusaha
secara musyawarah mufakat. Seluruh hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan
pengusaha termasuk didalamnya upah, perlu diatur dan disepakati oleh kedua
belah pihak. Dengan adanya perjanjian kerja bersama tersebut diharapkan proses
hubungan industrial dapat berjalan dengan baik dan harmonis karena segala hak
dan kewajiban masing-masing pihak telah disepakati bersama.
Berkaitan
dengan upah atau pengupahan, maka perlu dipahami mengenai Upah Minimum Propinsi
(UMP) dan Upah Minimum Sektor (UMS).UMP adalah merupakan tingkat upah terendah
bagi kabupaten/kota yang berada di wilayah propinsi yang bersangkutan tanpa
mempertimbangkan sektor tertentu. Apabila kabupaten/kota bermaksud akan
mengatur besarnya Upah Minimum untuk daerah yang bersangkutan atau disebut UMK,
maka UMK yang bersangkutan ditetapkan oleh Gubernur dan harus lebih tinggi dari
UMP.
Sedangkan
Upah Minimum sektoral (UMS) adalah Upah Minimum bagi sektor yang bersangkutan
dan harus lebih tinggi dari UMP maupun UMK. Oleh karena itu Upah Minimum
sektoral hanya diberlakukan terhadap sektorsektor tertentu yang memiliki
kemampuan lebih baik.
Pengaturan
pengupahan utamanya perlu mempertimbangkan dapat memenuhi kebutuhan
pekerja/buruh yang dari waktu ke waktu senantiasa meningkat, serta kelangsungan
hidup perusahaan. Untuk itu, penetapan Upah Minimum dan kenaikan Upah Minimum
perlu dilakukan dan dikaji secara cermat sehingga semua pihak dapat menarik
manfaat
Penetapan
Upah Minimum sampai saat ini umumnya masih jauh dibawah Kebutuhan Hidup Minimum
(KHM). Upah Minimum setidaknya dapat diarahkan pada pencapaian upah yang sesuai
dengan kebutuhan hidup minimum. Hal ini dikarenakan pada faktor kemampuan
perusahaan yang masih cukup kesulitan apabila Upah Minimum disesuaikan dengan
Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Ketika
pekerja/buruh dihadapkan pada kondisi tersebut, maka tidak ada pilihan lain dan
tidak ada daya tawar lagi kecuali memilih untuk tetap bekerja walaupun dengan
upah tidak sepadan dengan pekerjaan yang dilakukannya. Apabila pekerja memilih
untuk keluar dari pekerjaannya, pasti pekerja/buruh tersebut akan mengalami
kesulitan karena rata-rata kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) para
pekerja/buruh hanya pas-pasan sehingga untuk mencari pekerjaan yang lain akan
kesulitan karena harus bersaing dengan para pencari kerja yang masih menganggur
dan karena lapangan pekerjaan yang sangat terbatas.
Untuk
itu sangat diperlukan adanya penetapan Upah Minimum sebagai upaya melindungi
para pekerja/buruh sehingga upah yang diterimanya dapat menjamin kesejahteraan
bagi dirinya maupun keluarganya dan para pekerja/buruh tidak diperlakukan
semena-mena oleh pengusaha yang mempunyai kewenangan dan kekuasaan dibalik
kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh para pekerja/buruh.
Ketika
penetapan Upah Minimum mengabaikan kepentingan dan kemampuan perusahaan dan
semata-mata hanya memperhatikan kepentingan pekerja/buruh saja, maka tidak
menutup kemungkinan akan banyak perusahaan yang tidak mampu melaksanakan Upah
Minimum yang ditetapkan dan karena diwajibkan untuk melaksanakan ketentuan
ketetapan Upah Minimum maka harus berakhir dengan penutupan perusahaan (lock
out).
Permasalahan
utama yang terjadi mengenai penetapan Upah Minimum adalah kekeliruan penafsiran
tentang arti Upah Minimum. Sementara pengusaha menafsirkan bahwa Upah Minimum
adalah tingkat upah pekerja/buruh.
Sehingga
apabila pengusaha telah membayar upah sebesar Upah Minimum tanpa
mempertimbangkan tingkat, masa kerja, dan lain sebagainya sudah dianggap
memenuhi ketentuan yang berlaku.Sedangkan pengertian Upah Minimum sebenarnya adalah
upah terendah, bagi pekerja/buruh tingkat terbawah, dalam masa kerja kurang
dari 1 (satu) tahun. Sehingga pekerja/buruh yang mempunyai tingkat lebih tinggi
atau masa lebih dari 1 (satu) tahun seharusnya menerima upah lebih besar dari sekedar
Upah Minimum. Untuk itu maka perlu adanya skala upah pekerja perusahaan.
Perlu
kebijaksanaan dalam penetapan Upah Minimum sebagai upaya untuk memberikan
perlindungan bagi pekerja/buruh namun dengan tetap memperhitungkan kemampuan
perusahaan sehingga dalam penetapan Upah Minimum mampu memberikan jaminan
kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan kelangsungan hidup serta perkembangan
perusahaan juga terjamin.
Serikat
Pekerja/Serikat Buruh merupakan wakil dari para pekerja/buruh di suatu
perusahaan. Keberadaan Serikat pekerja/Serikat Buruh ini diatur dalam
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan
diatur juga didalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Sesuai Undang-Undang tersebut, Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam satu
perusahaan dibentuk sekurang-kurangnya oleh sepuluh orang pekerja/buruh.
Dengan
demikian dalam satu perusahaan sangat dimungkinkan terdapat lebih dari satu
Serikat Pekerja/Serikat Buruh.Dengan adanya Serikat Pekerja/Serikat Buruh lebih
dari satu dalam satu perusahaan sering menimbulkan permasalahan antar Serikat
Pekerja/Serikat Buruh terutama dalam hal keanggotaan. Permasalahan yang timbul
tersebut tidak menutup kemungkinan akan berdampak pada kinerja perusahaan. Hal
ini perlu mendapat perhatian baik oleh pemerintah maupun para pengusaha, agar ketentuan
dalam hal pembentukan Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang diharapkan mampu
menjadi mitra pengusaha tidak berbalik menjadi penghambat dalam pengelolaan
perusahaan.
Salah
satu fungsi Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah membuat Perjanjian Kerja
Bersama, dimana Perjanjian Kerja Bersama tersebut dibuat secara musyawarah
untuk mufakat antara Pengusaha dengan Serikat Pekerja/Serikat Buruh selaku
wakil pekerja/buruh. Dalam mekanisme perundingan pembuatan Perjanjian Kerja
Bersama tentunya akan lebih mudah dan terarah apabila wakil pekerja/buruh dalam
satu perusahaan hanya satu. Konflik akan lebih mudah timbul apabila dalam satu
perusahaan terdapat Serikat Pekerja/Serikat Buruh lebih dari satu terutama
dalam hal menentukan siapa yang berhak untuk berunding.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
a.
Bagaimana Prosedur Penetapan Upah Minimum?
b.
Apakah dengan penetapan Upah Minimum mampu meningkatkan kesejahtraan buruh?
c.
Apakah penetapan Upah Minimum sudah memenuhi Kebutuhan Hidup layak?
C.
Tujuan Penelitian
Dari
uraian latar belakang dan pokok permasalahan diatas, maka tujuan dari
penelitian ini yaitu :
a.
Untuk mengungkap prosedur penetapan Upah Minimum.
b.
Untuk mengetahui sejauh mana penetapan Upah Minimum dalam memberikan
perlindungan bagi pekerja/buruh.
c.
Untuk menganalisis dampak penetapan Upah Minimum terhadap perkembangan
perusahaan.
D.
Manfaat Penelitian
Hasil
keseluruhan yang akan diperoleh dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan
manfaat sebagai berikut :
a. Manfaat dari segi teoritis.
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu hukum : melengkapi
bahan bacaan di bidang Ilmu Hukum, khususnya Hukum Ketenagakerjaan dan menjadi
kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan serta menjadi titik tolak dalam
penelitian sejenis di masa mendatang.
b. Manfaat dari segi praktis.
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pekerja/buruh dan
pengusaha serta pemerintah kaitannya dengan kebijakan penetapan Upah Minimum
sehingga semua pihak yang terlibat mendapatkan manfaat dari penetapan Upah
Minimum yaitu :
a.
Prosedur penetapan Upah Minimum.
b.
Sejauh mana penetapan Upah Minimum dalam memberikan perlindungan bagi pekerja/buruh.
c.
Dampak penetapan Upah Minimum terhadap perkembangan perusahaan.
E.
Kerangka Teori
a.
Perbedaan kepentingan antara pekerja/buruh dengan Pengusaha merupakan faktor
utama yang perlu diperhatikan dalam penetapan Upah Minimum.
Pengusaha
mempunyai misi utama yaitu meningkatkan kinerja perusahaan dengan cara mencari
keuntungan sebesar-besarnya agar perusahaan dapat berkembang dan lestari. Hal
ini akan sangat berpengaruh terhadap kebijakan-kebijakan pengusaha terutama
yang berkaitan dengan biaya-biaya yang harus dikeluarkan misalnya biaya tenaga
kerja (Labour cost). Para pengusaha akan melakukan upayaupaya dalam
pencapaian peningkatan kinerja perusahaan dengan cara pemberian upah yang
rendah tetapi mampu menghasilkan produktivitas yang sebesar-besarnya.
Sementara
itu para pekerja/buruh mempunyai kepentingan dan keinginan yang merupakan
kebalikan dari apa yang diinginkan oleh pengusaha. Pekerja/buruh menginginkan
penghasilan atau upah yang setinggi-tingginya demi memenuhi kebutuhan hidup dan
kesejahteraan bagi dirinya sendiri maupun bagi keluarganya.
Kepentingan
dari dua sisi pelaku utama dalam Hubungan Industrial yaitu pengusaha dan
pekerja/buruh tersebut sangat bertolak belakang. Meskipun demikian perlu disadari
bersama bahwa perusahaan tidak akan berarti apa-apa apabila tidak ada
pekerja/buruh, demikian pula sebaliknya pekerja/buruh tidak akan ada apabila
perusahaan tidak ada. Hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh dapat
diibaratkan sebagai dua sisi mata uang yang masing-masing sisi berlainan namun tidak
dapat dipisahkan antara satu sisi dengan sisi yang lainnya.
Idealnya
tingkat upah ditetapkan di masing-masing perusahaan melalui perundingan antara
pekerja/buruh dengan pimpinan perusahaan.Untuk dapat melakukan perundingan
secara efektif, maka pekerja/buruh sebaiknya diwakili oleh serikat
pekerja/serikat buruh, sehingga perundingan dapat dilakukan dengan menggunakan
mekanisme baku untuk membentuk Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Kendala utama
yang cukup besar adalah kemampuan serikat pekerja/serikat buruh masih terbatas
untuk melakukan perundingan PKB dengan pengusaha. Oleh karena itu pengaturan
pengupahan secara intern perusahaan dinilai belum cukup
efektif.
b.
Penetapan Upah Minimum akan mengakibatkan meningkatnya biaya bagi perusahaan.
Sesuai
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahwa penetapan Upah
Minimum dapat dipastikan akan lebih besar atau setidaknya sama dengan Upah Minimum
tahun sebelumnya. Kecenderungan ini akan mengakibatkan bertambahnya biaya yang
harus dikeluarkan oleh perusahaan dalam kaitannya dengan pemenuhan atas
penetapan Upah Minimum. Untuk itu dalam hal penetapan Upah Minimum selain harus
memperhatikan kesejahteraan pekerja/buruh, pemerintah juga harus memperhitungkan
kemampuan dan kelangsungan hidup perusahaan.
Apabila
Upah Minimum yang ditetapkan terlalu rendah maka para pekerja/buruh akan selalu
dalam kehidupan yang sengsara dan sulit untuk mencapai kesejahteraan. Demikian
pula sebaliknya, dengan penetapan Upah Minimum yang terlalu besar maka
perusahaan akan mengalami kesulitan likuiditas atau kolabs apabila tidak
diimbangi dengan peningkatan produksi dan produktivitas.
Kebijakan
perhitungan Upah Minimum Propinsi (UMP) sampai saat ini masih menggunakan
standar Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) bagi pekerja/buruh lajang. KHM merupakan
peningkatan dari standar sebelumnya yaitu Kebutuhan Fisik Minimum (KFM). Secara
kuantitatif, KHM lebih tinggi sekitar 20 % apabila dibandingkan dengan KFM.
Tujuan
penetapan Upah Minimum ada 2 (dua) yaitu tujuan makro dan tujuan mikro. Tujuan
makro ialah berupa :
1.
Pemerataan, bahwa kenaikan Upah Minimum akan mempersempit kesenjangan antara
pekerja/buruh tingkat bawah dan tingkat paling atas.
2.
Peningkatan daya beli pekerja/buruh. Kenaikan Upah Minimum secara langsung akan
meningkatkan daya beli pekerja/buruh yang akan mendorong ekonomi rakyat.
3.
Perubahan struktur biaya perusahaan. Kenaikan Upah Minimum akan memperbaiki /
merubah struktur upah terhadap struktur biaya produksi.
4.
Peningkatan produktivitas. Peningkatan Upah Minimum akan memberikan insentif
bagi pekerja/buruh untuk bekerja lebih giat yang pada gilirannya akan
meningkatkan produktivitas perusahaan.
Tujuan
mikro ialah berupa :
1.
Sebagai jaring pengaman, agar upah terendah tidak semakin merosot.
2.
Mengurangi kesenjangan antara upah terendah dengan upah tertinggi.
3.
Meningkatkan penghasilan pekerja/buruh tingkat terendah.
4.
Meningkatkan etos dan disiplin kerja.
5.
Memperlancar komunikasi antara pekerja/buruh dan pengusaha. Peran
pekerja/buruh, pengusaha dan pemerintah sangat diperlukan dalam menyikapi
dampak penetapan Upah Minimum. Tidak bisa hanya pengusaha saja yang harus
menanggung dampak penetapan Upah Minimum ini.
c.
Penetapan Upah Minimum yang selalu meningkat dari tahun ke tahun harus
dibarengi dengan upaya-upaya pengusaha dalam meningkatkan kinerja perusahaan.
Pekerja/buruh
mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk kepentingan Perusahaan dengan harapan
memperoleh imbalan atau penghasilan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidup
bagi dirinya maupun bagi keluarganya. Potensi yang dimiliki oleh pekerja/buruh akan
mampu memberikan keuntungan bagi perusahaan apabila dilaksanakan dengan penuh
dedikasi dan semangat kerja yang tinggi.
Pemberian
upah yang layak bagi pekerja/buruh semestinya tidak akan memberatkan perusahaan
apabila pekerja/buruh mampu memberikan sumbangan pendapatan bagi perusahaan
yang dihasilkan dari pekerjaan yang dilaksanakannya. Hal ini dapat terjadi
apabila antara pekerja/buruh dengan pengusaha mempunyai komitmen bersama untuk saling
bekerjasama dan saling memberikan yang terbaik.
Pekerja/buruh
yang telah mendapatkan jaminan kesejahteraan dari perusahaan akan lebih
meningkatkan kinerja dan pengabdian sebesar-besarnya untuk Perusahaan. Pikiran
dan tenaga akan sepenuhnya dicurahkan untuk kepentingan perusahaan karena
pekerja/buruh yang telah terjamin kesejahteraannya tersebut tidak berfikir lagi
untuk mencari pendapatan lain diluar pendapatan dari perusahaan tempatnya
bekerja.
Hal
ini sangat diperlukan utamanya bagi pengusaha yang tidak dapat hanya
mengandalkan dari sisi harga jual hasil produksi saja dalam upaya menutupi
harga pokok dan kebutuhan pembiayaan. Meningkatkan harga jual bukan merupakan
solusi terbaik karena akan berdampak pada menurunnya daya saing dan penjualan
hasil produksi karena sangat dipengaruhi oleh daya beli masyarakat. Oleh karena
itu para pengusaha perlu menyikapi dampak penetapan Upah Minimum yang selalu meningkat
ini karena suka ataupun tidak ketentuan Upah Minimum harus dilaksanakan oleh
para pengusaha.
d.
Penetapan Upah Minimum untuk melindungi pekerja/buruh dan perusahaan.
Sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor : 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pasal 88 ayat (2) “Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi
bagi pekerja/buruh.
Pasal
ini jelas memberikan perlindungan bagi pekerja/buruh dalam hal penghasilan yang
diperolehnya atas pekerjaan yang dilakukannya. Upah yang layak bagi kemanusiaan
tersebut lebih jauh ditetapkan dalam ketentuan penetapan Upah Minimum yang
diarahkan pada pemenuhan Kebuthan Hidup Layak (KHL).
Kaitannya
dengan perlindungan bagi perusahaan, Undang- Undang Ketenagakerjaan juga
menegaskan bahwa penetapan Upah Minimum dengan mempertimbangkan produktivitas
dan tingkat pertumbuhan ekonomi sesuai Pasal 88 ayat (4). Untuk itu perlu pertimbangan
dua sisi kepentingan dalam penetapan Upah Minimum yaitu sisi kepentingan
pekerja/buruh dan sisi kepentingan pengusaha.
Penetapan
Upah Minimum diarahkan pada perlindungan bagi pekerja/buruh namun dengan tetap
mempertimbangkan faktor kemampuan perusahaan sehingga pekerja/buruh dapat
sejahtera namun perusahaan dapat terus berkembang dan lestari. Hal ini sangat
penting karena antara pekerja/buruh dengan perusahaan sama-sama saling
membutuhkan dan saling bergantung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar