LEGAL OPINION
Kasus
Wakil
Ketua KPK Chandra M Hamzah mengatakan, dirinya dan Wakil Ketua KPK Bibit Samad
Rianto menjadi tersangka atas penyalahgunaan wewenang terkait penetapan dan
pencabutan pelarangan Djoko Tjandra keluar negeri dan penetapan pelarangan
bepergian keluar negeri atas nama Anggoro Widjojo.
“Adapun yang disangkakan, dugaan
tindak pidana berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang atau sewenang-wenang
memakai kekuasaannya memaksa orang untuk berbuat atau tidak berbuat dan
membiarkan suatu alpa atas putusan pelarangan bepergian dan pencabutan
bepergian keluar negeri atas nama Djoko Tjandra, dan penetapan pelarangan
bepergian keluar negeri atas nama Anggoro Widjojo,” kata Chandra seusai
diperiksa penyidik Badan Reserse Kriminal di gedung Bareskrim Polri, Rabu dini
hari.
Untuk itu, keduanya dikenai
pasal 23 UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yakni
dugaan penyalahgunaan wewenang junto pasal 21, junto pasal 241 KUHP atau pasal
12 huruf e UU no31/1999 junto 15 UU no31/1999 sebagaimana diubah UU 20/2001.
Analisa Hukum
Penyelesaian perkara penyalahgunaan wewenang oleh tersangka 2 (dua)
pimpinan KPK, Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto, tidak dapat dilakukan di
pengadilan umum, akan tetapi ada pada Pengadilan Tata Usaha Negara. Dapatlah
dipahami karena konsep penyalahgunaan wewenang ini telah menimbulkan penafsiran
yang beragam, termasuk perbedaan pandangan yang terjadi dikalangan aparat
penegak hukum terhadap pengadilan yang berkompeten untuk menanganinya.
Delik Penyalahgunaan Wewenang Dalam Hukum Pidana Delik penyalahgunaan wewenang dalam tindak
pidana korupsi diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
yang menegaskan bahwa setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri
atau orang lain atau suatu koorporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan,
atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana seumur hidup
atau dipidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
Dari ketentuan tersebut maka penyalahgunaan wewenang dimasukan sebagai
bagian inti delik (bestanddeel delict) tindak pidana korupsi. Oleh karena itu
dalam kaitannya dengan penetapan tersangka dua pimpinan KPK oleh Polri,
masing-masing Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto, yang diduga
menyalahgunakan wewenang dalam kasus pencekalan terhadap Dirut PT. Masaro
Radiokom, Anggoro Widjojo, terkait kasus korupsi Sistem Komunikasi Radio
Terpadu (SKRT), maka untuk sampai pada penjatuhan pidana terhadap kedua
pimpinan KPK oleh majelis hakim, harus memenuhi 2 (dua) syarat yang sifatnya
komulatif, yaitu pertama, terbukti
melakukan perbuatan pidana (actus reus), dan kedua, terbukti adanya unsur
kesalahan sehingga dapat dipertanggungjawaban (mens rea). Adapun terbukti
melakukan perbuatan pidana apabila perbuatan dari terdakwa telah memenuhi
unsur-unsur delik.
Jika terbukti, langkah selanjutnya adalah mencari tahu apakah terpenuhi
atau tidak unsur pertanggungjawaban pidana (unsur kesalahan), yang meliputi
apakah ada kaitan psikis antara pembuat dan perbuatan, sehingga terbukti adanya
unsur kesengajaan atau kesalahan (culpa). Untuk
membuktikan kedua pimpinan KPK memenuhi actus reus dan mens rea atas dasar
penyalahgunaan wewenang, maka harus jelas definisi penyalahgunaan wewenang, dan
parameter yang dapat dipergunakan untuk melakukan penilaian atas suatu
perbuatan yang dapat diklasifikasikan sebagai penyalahgunaan wewenang.
Pendapat Hukum
- Bahwa penanganan kasus penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh dua pimpinan KPK non aktif tersebut ialah kurang tepat apabila diperiksa dan diadili di pengadilan umum akan tetapi lebih tepat jka di sidangkan di Pengadilan Tata Usaha Negara,jelas ini merupakan kesalahan fatal terkait kewenangan relative suatu pengadilan.
- Kasus penyalahgunaan tersebut terkesan sangat dipaksakan,karena terlihat tidak adanya cukup bukti yang kuat untuk menjerat saudara Bibit Samad dan Chandra Hamzah.
Kesimpulan
Dalam hal penyelesaikan kasus bibit dan chandra adalah merupakan
wilayah hukum peradilan yang berada dibawah payung hukum Kekuasaan Kehakiman, akan tetapi karena dalam perkembangannya muncul ketidak percayaan yang besar kepada Polri dan
Kejaksaan Agung,maka atas dasar solusi dan opsi lain yang lebih
baik adalah dimana kepolisian dan kejaksaanharus
menghentikan kasus tersebut dengan opsi tetap mempertimbangkan azas keadilan.
Terdapat steadmant yang berkaitan dengan kasus hukum pimpinan nonaktif KPK harusdiselesaikan
di luar pengadilan (out of court settlement ), akan tetapi steamant ini
ternyata tidak memuaskan masyarakat
hukum karena adanya suatu penilaian yang sangat membingungkan.Dan Penerbitan
surat perintah penghentian penyidikan (SP3) oleh kepolisian atau
penerbitansurat keputusan penghentian penuntutan (SKPP) oleh kejaksaan, yang justru kedua lembagatersebut tetap melanjutkan proses
hukum kasus Bibit dan Chandra, dengan mengacu kepada pasal-pasal
hukum acara yang tidak dapat meghentikan perkara yang dianggap cukup bukti.
Fakta yang diterima oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menerima tuntutan
praperadilanyang
diajukan tersangka kasus mafia hukum Anggodo Widjojo, maka kasus Bibit SamadRianto dan Chandra M. Hamzah harus dilanjutkan karena Surat Keputusan PenghentianPenuntutan (SKPP) yang dikeluarkan Kejaksaan Agung
dinilai tidak sah dan bertentangandengan ketentuan hukum acara dan
undang-undang yang berlaku. Terdapat suatu steadmantyang menyatakan
bahwa keputusan PN Jakarta Selatan adalah sebagai pengingkaran terhadapkeadilan (denial of justice), karena tidak mau
mengikuti rekomendasi Tim.
Steadmant ini menuinjukkan bahwa telah terjadi pertentangan antar dua wilayah kewenangan antaraKejaksaan dengan tim delapan yang yang seharusnya
tidak perlu terjadi jika mengacu danmerujuk kepada Undang-Undang
Kekuasaan Kehakiman.
Menurut kacamata sosiologi hukum bahwa sistim hukum yang hidup didalam tatanan masyarakat hukum telah semakin pudar karena
pandangan terhadap hukum telah keliru dan berada dalam kondisi darurat
hukum, karena sudah tidak dapat membedakan yang benar danyang salah dengan
mudah untuk dibolak-balik fakta. Dalam masyarakat hukum sangat perlu dilakukan
suatu tindakan yang keras karena dengan melihat pada kondisi yang tidak bolehdibiarkan berlarut-larut yang akan menimbulkan kekacauan sosial dalam suatu Negara Indonesia sangat tidak mengharapkan adanya kekacauan
sosial, karena akan menimbulkan pandangan sebagai negara yang gagal (fail state) karena tidak mampu mejalankan dan menegakkan hukum didalam negara.
Bahwa kebijakan lembaga eksekutif harus memperhatikan dasar hukum lembaga yudikatif yaitu suatu
lembaga yang tidak dapat dipengaruhi siapapun juga yang berada dibawah payunghukum Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman, karena undang-undang ini mempunyaiotoritas tersendiri didalam hal penegakan hukum.
Dengan demikian setiap kebijakan yang bersifat politis belum tentu
akan berlaku adil dan menciptakan kepastian hukum didalam suatu negara, kebijakan eksekutif telah membelenggu kebijakan yudikatif yang merupakan kewenangan mutlak
yang tidak dapat dipengaruhi oleh kuatan apapun juga didalam hal upaya penegakan hukum.
Perlu diperhatikan jika
secara hirarki internal kekuasaan eksekutif dapat memerintahkan kepada
instansi kejaksaan dan instansi kepolisian untuk menghentikan perkaradan menutup perkara, akan tetapi jangan lupa bahwa
kejaksaan dan kepolisian tunduk dan menundukkan diri kepada Undang-Undang
Nomor. 48 Tahun 2009.
Rekomendasi
Guna penegakan
hukum yang adil dan demokratis penyelesaian masalah penyalahgunaan wewenang
yang di sangkakan kepada Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah ialah :
- Diproses,siperiksa,dan diadili secara litigasi melalui jalur pengadilan, dan pengadilan yang dipakai ialah Pengadilan Tata Usaha Negara.
- Apabila memang ternyata tidak cukup bukti seharusnya langsung dikeluarkan SP3 oleh Jaksa agar penyelesaian kasus ini tidak terkesan dipaksakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar