A. Latar Belakang
Perkataan konstitusi berarti
membentuk "Pembentukan" berasal dari kata kerja constituer (bahasa Prancis), sedang dalam bahasa Belanda adalah Grondwet yang berarti suatu
undang-undang yang menjadi dasar (Ground)
dari segala hukum. Sedangkan di Indonesia menggunakan undang-undang dasar
seperti Grondwet yang telah digunakan
dalam bahasa Belanda. Suatu Konstitusi memuat suatu peraturan pokok mengenai
soko-soko guru atau sendi-sendi pertama untuk menegakkan bangunan besar yang
disebut negara. Sendi-sendi itu harus kuat sehingga tidak mudah runtuh.
Konstitusi berarti hukum dasar
baik yang tertulis maupun yang tak tertulis. Hukum dasar tertulis biasanya
disebut sebagai Undang Undang Dasar, sedangkan hukum dasar yang tak tertulis
disebut Konvensi, yaitu kebiasaan ketatanegaraan atau aturan-aturan dasar yang
timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara.
Konstitusi Tertulis dan Tak Tertulis
Di dunia ini hanya ada dua macam
konstitusi, yaitu konstitusi tertulis dan konstitusi tak tertulis. Menurut Amos J. Peaslee hampir semua negara di
dunia ini mempunyai konstitusi tertulis, kecuali Inggris dan Kanada yang tidak
mempunyai konstitusi tertulis.
Di negara-negara dengan
konstitusi tertulis ada dokumen tertentu yang menentukan yaitu:
- Adanya wewenang dan cara bekerja lembaga-lembaga kenegaraan.
- Pengakuan dan perlindungan hak asasi para warga negara dilindungi.
Negara-negara yang nenggunakan
konstitusi tertulis, maka ada negara yang memiliki konstitusi sangat panjang
seperti India dengan 394 pasal dan ada negara yang memiliki konstitusi
terpendek yaitu Spanyol hanya 30 pasal saja. Namun demikian ukuran untuk dapat
tetapi mencapai tujuan dalam konstitusi itu. Konstitusi ini tidak terletak pada
banyak atau sedikitnya jumlah pasal-pasal.
Tujuan dibentuknya konstitusi
adalah mengadakan tata tertib dalam adanya pelbagai lembaga kenegaraan dalam
wewenang-wewenangnya dan dalam cara bekerjanya serta dalam hal penyebutan
hak-hak asasi manusia yang harus dijamin perlindungannya. Di negara-negara yang
mempunyai konstitusi tertulis, ada peraturan-peraturan di luar konstitusi yang
sifatnya sama dan praktis kekuatannya sama dengan pasal-pasal dari konstitusi
tertulis. Peraturan-peraturan di luar konstitusi dapat juga dianggap ada
berdasarkan pada adat kebiasaan.
Dalam hal keberadaan konstitusi,
Inggris sebagai pelopor yang memiliki konstitusi pertama di dunia, yakni dengan
Magna Charta.
B. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dari makalah ini adalah :
1. Untuk memberikan pengetahuan dan
penjelasan mengenai Mahkamah Konstitusi diberbagai Negara.
2. Untuk mengetahui pesamaan dan perbedaan
kewenangan Mahkamah Konstitusi diberbagai
Negara.
3. Memberi pengetahuan mengenai sejarah
terbentuknya Mahkamah Konstitusi diberbagai
Negara.
C.
Permasalahan
Pada
makalah ini penulis merumuskan masalah mengenai perbandingan mahkamah
konstitusi Negara Republik Indonesia dengan Negara Thailand, Negara
chilli, Negara portugal.
PEMBAHASAN
1. Sejarah Konstitusi di Indonesia
Konstitusi di Indonesia memiliki
historis yang cukup panjang dan dibagi ke dalam beberapa zaman, yaitu Zaman
Hindia Belanda, Zaman Pendudukan Jepang, dan Zaman Kemerdekaan, bahkan hingga
dewasa ini.
Konstitusi yang dijadikan dasar
ketatanegaraan pun berganti-ganti. Pada Zaman Hindia Belanda pernah menggunakan
Grondwet, kemudian digantikan oleh "Indische Staatsregeling" yang
mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1926 menggantikan
"Regeeringsreglement" dan tahun 1855. Indische Staatsregeling
mengenal empat macam undang-undang yaitu Wet, Algemene maatregel van bestuur
(firman raja atau koninklijk besluit), Ordonnantie, dan Regeeringsverordening.
Selama pendudukan Jepang,
ketatanegaraan Indonesia pada umumnya tidak berbeda dari zaman Hindia-Belanda
hanya menggunakan nama atau istilah Jepang saja.
Setelah merdeka Indonesia untuk
pertama kali menggunakan konstitusi yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus
1945 dan dikenal dengan nama Undang Undang Dasar 1945. Kemudian pada tahun 1949
menggunakan Konstitusi Republik Indonesia Serikat akibat ulah Belanda yang
menekan Indonesia pada Konperensi Meja Bundar di Den Haag. Konstitusi RIS tidak
bertahan lama, hanya berlangsung delapan bulan, kemudian digantikan oleh Undang
Undang Dasar Sementara Tahun 1950 sejak tangga1 15 Agustus1950.
UUD Sementara Tahun 1950 ini pun
kemudian digantikan kembali oleh UUD 1945 sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden
pada tanggal 5 Juli 1959.
Konstitusi bangsa Indonesia secara tegas
menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum (Rechtstaats). Menurut
pemikiran Friedrich Julius Stahl, salah satu unsur yang dimiliki oleh negara
hukum adalah pemenuhan akan hak-hak dasar manusia (basic rights/fundamental
rights). Indonesia yang notabene adalah negara hukum. Negara hukum berarti
setiap warga negara harus tunduk dan taat kepada hukum sebagai sarana “problem
solving” masyarakat. Hukum di negara hukum harus menjadi panglima apabila
negeri ini ingin hidup tertib dan terjamin perlindungan hak-hak setiap
warganya.
Agar
dapat selalu mengikuti perkembangan dan pemenuhan akan hak-hak dasar manusia,
maka sebuah konstitusi haruslah mempunyai aspek yang dinamis dan mampu
menangkap fenomena perubahan sejarah (historical change), sehingga dapat
menjadikannya sebagai suatu konstitusi yang selalu hidup (living constitution).
Konstitusi
sebagai hukum dasar yang utama dan merupakan hasil representatif kehendak
seluruh rakyat, haruslah dilaksanakan dengan sungguh-sungguh di setiap sendi
kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, prinsip yang timbul adalah
setiap tindakan, perbuatan, dan/atau aturan dari semua otoritas yang diberi
delegasi oleh konstitusi, tidak boleh bertentangan dengan basic rights dan
konstitusi itu sendiri. Dengan kata lain, konstitusi harus diutamakan, dan
maksud atau kehendak rakyat harus lebih utama daripada wakil-wakilnya.
Mahkamah
Konstitusi yang kini melembaga dalam salah satu struktur lembaga hukum di
Indonesia berawal dari fakta reformasi nasional tahun 1998, dan kemudian hal
itu telah membuka peluang perubahan mendasar atas Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (kemudian akan kita sebut UUD RI 1945) yang
disakralkan oleh Pemerintah Orde Baru untuk tidak direvisi.
Setelah
reformasi, konstitusi Indonesia telah mengalami perubahan dalam satu rangkaian
empat tahap, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002 (UUD RI 1945). Salah
satu perubahan dari UUD RI 1945 adalah dengan telah diadopsi prinsip-prinsip
baru dalam sistem ketatanegaraan antara lain prinsip pemisahan kekuasaan dan
‘checks and balances’ sebagai pengganti sistem supremasi parlemen.
Dalam
Pasal 24C hasil perubahan ketiga UUD RI 1945, dimasukkannya ide pembentukan
Mahkamah Konstitusi kedalam konstitusi negara kita sebagai organ konstitusional
baru yang sederajat kedudukannya dengan organ konstitusi lainnya. Fungsi
Mahkamah Konstitusi telah dilembagakan berdasarkan Undang-undang Nomor 24 tahun
2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU No. 24, 2003), sejak tanggal 13 Agustus
2003. Amandemen yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan pasal 24 ayat (21) pasal
24c dan pasal 7b Undang-undang Dasar 1945 hasil perubahan ketiga yang disahkan
pada tanggal 9 November 2001.
Hal
ini disahkan dengan adanya ketentuan Pasal 24C ayat (6) UUD RI 1945 yang menentukan:
“Pengangkatan dan pemberhentian Hakim Konstitusi, hukum acara serta ketentuan
lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang.” Oleh karena
itu, sebelum Mahkamah Konstitusi dibentuk sebagai mestinya, Undang-undang
tentang Mahkamah Konstitusi terlebih dahulu ditetapkan dan diundangkan pada
tanggal 13 Agustus 2003 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 98 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316.
Pembentukan
Mahkamah Konstitusi telah dilakukan dengan proses rekruitmen calon hakim
menurut tata cara yang diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2003 yang berbunyi “Hakim Konstitusi diajukan masing-masing 3 (tiga)
orang oleh Mahkamah Agung, 3 (tiga) orang oleh DPR, dan 3 (tiga) orang oleh
Presiden, untuk ditetapkan dengan Keputusan Presiden”.
Mahkamah
Konstitusi secara resmi dibentuk dengan adanya Undang-undang Nomor 24 tahun
2003 dan setelah pelantikan dan pengucapan sumpah tanggal 16 Agustus 2003, maka
kewenangan transisi Mahkamah Agung yang dibebani tugas oleh pasal III Aturan
Peralihan UUD RI 1945, untuk melaksanakan segala kewenangan Mahkamah Konstitusi
telah berakhir. Untuk itu akan dibahas kewenangan mahkamah konstitusi sebagai
alat untuk melaksanakan peranannya sebagai penjaga konstitusi seperti yang
diatur dalam UUD RI 1945 dengan meninjau keberadaannya dalam tatanan hukum di
Indonesia.
Beberapa aspek yang terdapat dalam UUD 1945 yang menyebabkan konstitusi
Indonesia ini tidak cukup mampu mendukung penyelenggaraan negara yang
demokratis dan menegakkan hak asasi manusia, antara lain sebagai berikut.
1. UUD 1945 terlampau sedikit jumlah pasal dan ayatnya, hanya
terdiri dari 37 pasal sehingga belum/tidak mengatur berbagai hal mengenai
penyelenggaraan negara dan kehidupan bangsa di dalamnya yang makin lama makin
kompleks.
2. UUD 1945 menganut paham Supremasi MPR yang menyebabkan
tidak ada sistem checks and balances antarcabang kekuasaan negara.
3. UUD 1945 memberikan kekuasaan sangat besar kepada Presiden
(executive heavy) sehingga peranan Presiden sangat besar dalam
penyelenggaraan negara.
4. Beberapa muatan dalam UUD 1945 mengandung potensi
multitafsir yang membuka peluang penafsiran yang menguntungkan pihak penguasa.
5. UUD 1945 sangat mempercayakan pelaksanaan
UUD 1945 kepada semangat penyelenggara negara.
1.Mahkamah
Konstitusi di Indonesia
Ide
pembentukan mahkamah konstitusi yang merupakan salah satu perkembangan
pemikiran hukum dan kenegaraan yang muncul pada abad ke-20 ini. Ide tersebut
diadopsi pada amandemen ketiga UUD 1945 tahun 2001.
Mahkamah
Konstitusi Indonesia, ditinjau dari aspek-aspek berikut ini :
Kelembagaan
Fungsi
penjaga konstitusi diberikan kepada lembaga khusus di luar badan peradilan
biasa dan independen tapi masih termasuk dalam badan cabang kekuasaan yudisiil
yang diwujudkan dalam suatu bentuk mahkamah, yaitu Mahkamah Konstitusi.
Kelembagaan Mahkamah Konstitusi mulai terbentuk pada tahun 2003 dengan
disahkannya UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Namun, sebelum
lembaga Mahkamah Konstitusi terbentuk maka semua fungsinya dilaksanakan
sementara oleh Mahkamah Agung.
Mahkamah
Konstitusi sebagai kelembagaan dilihat dari 3 (tiga) aspek, yaitu :
Komposisi
Hakim
Jumlah
hakim : 9 hakim
Pemilihan/pengangkatan
:
3
orang diajukan oleh Mahkamah Agung;
3
orang diajukan oleh DPR;
3
orang diajukan oleh presiden.
Tidak
ada pembedaan/diskriminasi, persyaratan yang tercantum pada pasal 16 UU Nomor
24 Tahun 2003 berlaku untuk semua calon yang diajukan baik itu hakim atau pun
praktisi hukum.
Konfigurasi sumber rekrutmen hakim konstitusi dari tiga cabang
kekuasaan negara tersebut mencerminkan keseimbangan dan keterwakilan tiga
cabang kekuasaan negara (trias politica, yaitu : legislatif, eksekutif
dan yudisiil) di dalam tubuh Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga konstitusi dan
lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman yang memperkuat sistem checks and
balances antarcabang kekuasaan negara.
Masa
jabatan : 5 tahun
Hukum Acara
Mahkamah
Konstitusi memeriksa, mengadili dan memutuskan dalam sebuah sidang pleno Mahkamah
Konstitusi dengan 9 (sembillan) hakim konstitusi, kecuali dalam keadaan luar
biasa dengan 7 (tujuh) hakim konstitusi. Adapun keadaan luar biasa ditetapkan
oleh Mahkamah Konstitusi.
Organisasi
Mahkamah
Konstitusi, di luar hakim konstitusi, memiliki sekretariat dan kepaniteraan
yang menjalankan otonomi administrasi, anggaran, layanan administrasi, layanan
khusus seperti pusat informasi hukum, perpustakaan hukum dan penasehat hukum.
Kedudukan
Mahkamah
Konstitusi merupakan salah satu lembaga Negara yang melakukan kekuasaan
kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan dalam menegakkan hukum
dan keadilan.
Sifat dan Prinsip
Mahkamah
Putusan
maupun pendapat Mahkamah adalah final, adapun sifat final yang terdapat pada
pasal 10 ayat (1) dan (2) UU No. 24 Tahun 2003 merupakan pemberian opini dalam
perbedaan pendapat. Hal ini berkaitan dengan fungsi utama dari Mahkamah
Konstitusi yang diberikan kewenangan untuk menafsirkan UUD 1945 dan memastikan
tidak adanya pelanggaran terhadap UUD 1945. Sedangkan untuk pasal 10 ayat (3)
dan (4) UU No. 24 Tahun 2003 dikarenakan dalam penyelesaiannya dibutuhkan waktu
yang singkat. Hal ini dikarenakan kemanfaatan dari putusan tersebut yang
dibatasi oleh waktu, yaitu 5 (lima) tahun setelah itu apapun putusannya tidak akan
mempunyai kemanfaatan lagi.
Putusan
tersebut harus dipublikasikan melalui berita resmi, jurnal hukum dan media
elektronik. Hal ini bertujuan agar masyarakat dapat mengetahui dan mengakses
putusan tersebut
Kewenangan
Mahkamah
Konstitusi Indonesia mempunyai 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu) kewajiban.
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir pada
putusannya yang bersifat final untuk :
Menguji
UU terhadap UUD 1945;
Memutus
sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945;
Memutus
pembubaran partai politik; dan
Memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Selain
itu, Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai
impeachment presiden/wakil presiden.
Berdasarkan 4 (empat) wewenang dan 1 (satu) kewajiban yang
dimiliki tersebut, Mahkamah Konstitusi memiliki fungsi sebagai penjaga
konstitusi (the guardian of the constitution). Hal tersebut sesuai
dengan dasar keberadaannya untuk menjaga pelaksanaan konstitusi. Fungsi
tersebut membawa konsekuensi Mahkamah Konstitusi juga memiliki fungsi lain,
yaitu sebagai penafsir konstitusi yang bersifat final (the final interpreter
of the constitution).
Selain itu, sesuai dengan materi muatan UUD 1945 yang meliputi
aturan dasar kehidupan bernegara berdasarkan prinsip demokrasi dan jaminan
terhadap perlindungan hak asasi manusia, Mahkamah Konstitusi juga memiliki
fungsi sebagai pengawal demokrasi (the guardian of the democracy by
protecting minority rights), pelindung hak konstitusional warga negara (the
protector of the citizen’s constitutional rights), serta pelindung hak
asasi manusia (the protector of human rights).
2.
Sejarah Terbentuknya Mahkamah Konstitusi Di Chili.
Chili, adalah sebuah di Amerika
Serikat yang sering mengalami konflik internal menyangkut permasalahan politik
dan sosial. Namun, Chili memiliki sistem peradilan terbaik di Amerika Latin.
Chili dengan Konstitusi 1925 telah memperkenalkan reformasi yang diarahkan pada
depolitisasi dan pengembangan dari sistem peradilan yang memberikan jaminan
terhadap kemerdekaan kekuasaan kehakiman. Namun, pada Konstitusi 1980
Pengadilan menjadi alat politik dalam proses pemerintahan junta militer
Jenderal Augusto Pinochet, sehingga depolitisasi
dan pengembangan dari sistem peradilan yang memberikan jaminan terhadap
kemerdekaan kekuasaan kehakiman menjadi semu.
Dan tahun 2004, Chili mengamandemen
Konstitusi 1980 menjadi Konstitusi 2004, dengan alasan Konstitusi 1980 tidak
mencerminkan semangat demokrasi karena Konstitusi 1980 dibuat pada masa
pemerintahan junta militer.
Bentuk negara Chili adalah
kesatuan, yang terdiri dari 13 (tiga belas) daerah dengan 40 (empat puluh)
propinsi yang dipimpin oleh gubernur yang ditunjuk oleh presiden. Chili
menganut sistem desentralisasi dan merupakan Negara yang menganut sistem
presidensiil dengan multi-partai.
Mahkamah
Konstitusi di Chili
Chili,
dalam sistem hukum dan peradilannya banyak terinspirasi hukum Romawi dan
Spanyol, juga dari tradisi-tradisi Perancis, khususnya Kode Napoleon. Konstitusi
Chili yang terbaru adalah Konstitusi 2004.
Namun,
dikarenakan naskah Konstitusi 2004 masih belum dapat diperoleh, sehingga dalam
perbandingan ini tidak memungkinkan untuk dapat dikaji, khususnya mengenai
kekuasaan yudisiil, yaitu Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian, Konstitusi 1980
digunakan sebagai dasar hukum dalam kajian Mahkamah Konstitusi Chili dalam
perspektif perbandingan dengan Mahkamah Konstitusi Indonesia.
Berdasarkan
Konstitusi 1980, Mahkamah Konstitusi Chili memiliki karakteristik sebagai
berikut :
Kelembagaan
Konstitusi
1980, kelembagaan Mahkamah Konstitusi mulai terbentuk. Mahkamah Konstitusi
Chili sebagai kelembagaan dilihat dari 3 (tiga) aspek, yaitu :
Komposisi
Hakim
Jumlah
hakim : 7 hakim
Pemilihan/pengangkatan
:
3
hakim dipilih dari Mahkamah Agung berdasarkan suara terbanyak;
1
praktisi hukum ditunjuk oleh presiden;
2
praktisi hukum ditunjuk Dewan Keamanan Nasional;
1
praktisi hukum ditunjuk oleh Senat.
Syarat
untuk praktisi hukum:
Memiliki
kinerja yang sangat baik di dalam universitas ataupun suatu kegiatan umum.
Tidak
memiliki halangan yang menyebabkan mereka tidak dapat menjalankan fungsi dan
tugasnya selaku hakim konstitusi.
Syarat
tambahan untuk praktisi hukum yang diusulkan oleh presiden dan senat adalah
sebelumnya pernah aktif di dalam MA (bukan sebagai hakim) sedikitnya dalam
jangka waktu 3 tahun berturut-turut.
Masa
jabatan : 8 tahun
Hukum Acara
Setiap
sesi persidangan yang digelar oleh Mahkamah Konstitusi harus memenuhi kuorum
sedikitnya 5 hakim konstitusi dan putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah
Konstiusi tidak dapat diajukan banding.
Organisasi
Sama
halnya dengan Mahkamah Konstitusi Indonesia, Mahkamah Konstitusi Chili juga
memiliki sekretariat dan kepaniteraan yang menjalankan otonomi administrasi,
anggaran, layanan administrasi, layanan khusus seperti pusat informasi hukum,
perpustakaan hukum dan penasehat hukum.
Kedudukan
Kedudukan
Mahkamah Konstitusi Chili, sama halnya dengan Mahkamah Konstitusi Indonesia,
merupakan salah satu lembaga Negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Sifat dan Prinsip
Mahkamah
Putusan
maupun pendapat Mahkamah adalah final, tidak dapat diganggu gugat dan mengikat
semua lembaga. Putusan tersebut harus dipublikasikan melalui berita resmi.
Kewenangan
Kewenangan
Mahkamah Konstitusi Chili lebih banyak daripada Mahkamah Konstitusi Indonesia. Adapun
kewenangannya (pasal 82 Konstitusi 1980) antara lain :
Melakukan
pengawasan agar pembuatan UU yang dibuat oleh kongres tidak bertentangan dengan
konstitusi;
Menyelesaikan
permasalahan yang terkait dengan konstitusi di dalam pembuatan suatu UU ataupun
di dalam proses amandemen UUD dan juga menyelesaikan permasalahan yang terkait
dengan konstitusi atas segala perjanjian internasional yang perlu persetujuan
oleh kongres;
Menyelesaikan
permasalahan yang terkait dengan konstitusi di dalam segala penetapan atau pun
putusan yang memiliki kekuatan hukum;
Menyelesaikan
sengketa pemilihan umum, sehubungan dengan putusan yang telah dikeluarkan oleh Elections
Qualifying Court;
Menyelesaikan
tuntutan yang timbul apabila presiden tidak mengeluarkan suatu peraturan dimana
seharusnya peraturan tersebut dikeluarkan atau apabila presiden mengeluarkan
suatu peraturan yang bertentangan dengan konstitusi;
Memutuskan
(apabila diminta oleh presiden) mengenai persesuaian dengan pasal 88 Konstitusi
1980 tentang suatu putusan yang dikeluarkan oleh presiden tentang anggaran
negara yang dinyatakan oleh comptroller general bertentangan dengan
konstitusi;
Menyatakan
apabila suatu organisasi, pergerakan atau partai politik dinyatakan
bertentangan dengan konstitusi sesuai dengan pasal 8 Konstitusi Chile yaitu
organisasi, pergerakan atau partai politik yang melakukan propaganda politik,
melakukan tindakan kekerasan sehingga harus dibubarkan;
Menyatakan
apabila seseorang dianggap bertanggung jawab atas tindakan yang bertentangan
dengan perintah yang dikeluarkan oleh negara, apabila orang tersebut adalah
Presiden Republik Chile, maka akan dibutuhkan persetujuan dari Senat;
Memberikan
laporan kepada Senat sehubungan dengan kasus yang sedang ditangani oleh chambers
of deputies mengenai dugaan adanya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh
pemerintah;
Menyelesaikan
permasalahan yang terkait dengan konstitusi sehubungan dengan larangan bagi
seseorang untuk ditunjuk sebagai Menteri Negara, ataupun apakah seorang Menteri
Negara masih dapat menduduki jabatannya, serta dapat atau tidaknya Menteri
Negara menjalankan fungsi di luar fungsi yang dimilikinya secara serentak atau
berbarengan;
Menetapkan
mengenai ketidakmampuan dan/atau tidak lagi memenuhi syarat serta alasan
diberhentikannya anggota kongres;
Memutuskan
bertentangan atau tidaknya putusan tertinggi yang dikeluarkan oleh presiden
sehubungan dengan kewenangannya, dimana putusan tersebut dikeluarkan
berdasarkan amanat dari konstitusi.
Mahkamah
Konstitusi Chili hanya bisa melakukan pengujian dari RUU sebelum disahkan
menjadi UU atau Perjanjian Internasional sebelum diratifikasi, hal ini serupa
dengan kewenangan yang dimiliki oleh conseil constitutionnel di
Perancis. Sedangkan untuk Perjanjian Internasional sudah diratufikasi atau RUU
sebelum disahkan menjadi UU maka hak pengujian tidak lagi menjadi kewenangan
Mahkamah Konstitusi melainkan Mahkamah Agung.
Terkait
dengan hal ini, Mahkamah Konstitusi, pada tanggal 18 April 2002 telah membuat
putusan yang kontroversial, yaitu dalam perkara “Landmark case”. Mahkamah
Konstitusi memutuskan Perjanjian Internasional mengenai Statuta Roma adalah
inkonstitusional. Padahal Perjanjian Internasional tersebut telah diratifikasi
oleh chambers of deputies pada tanggal 22 Januari 2002.
Mahkamah
Konstitusi menyatakan inkonstitusional Statuta Roma yang telah diratifikasi.
Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa berdasarkan konstitusi,
kedaulatan terletak pada negara. Yurisdiksi dari ICC tidak bersifat atau
berfungsi melengkapi dari peradilan Chili akan tetapi sifat dan fungsinya
adalah substitusi dari peradilan Chili. Permohonan tersebut diajukan oleh
oposisi sayap kanan yang tidak menginginkan Pinochet diadili di ICC.
Hal
ini dikarenakan tidak berselang lama dari ratifikasi tersebut, Pinochet
ditangkap di London dan diadili oleh ICC. Terlepas dari alasan tersebut, yang
menjadi kontroversial adalah berdasarkan Konstitusi 1980, Mahkamah Konstitusi
hanya memiliki kewenangan untuk menyatakan suatu perjanjian internasional
adalah inkonstitusional apabila perjanjian internasional tersebut belum
diratifikasi. Sedangkan Statuta Roma yang dinyatakan inkonstitusional tersebut,
telah diratifikasi oleh chambers of deputies. Seharusnya Mahkamah
Konstitusi tidak berwenang dalam masalah ini dan yang berwenang adalah Mahkamah
Agung.
Peradilan
Chili, sepanjang sejarahnya, sangat jarang dapat memisahkan antara permasalahan
politik dan konstitusional. Ini pula lah yang menyebabkan perlunya amandemen
Konstitusi 1980
3.
Sejarah Terbentuknya Mahkamah Konstitusi Di Afrika Selatan.
Afrika
Selatan (melihat peta) adalah negara yang diberkati dengan kelimpahan sumber
alam termasuk tanah pertanian subur dan sumber penghasilan barang tambang unik.
Tambang Afrika Selatan adalah pemimpin dunia di produksi intan dan emas itu
serta metal strategis seperti platina. Iklim lunak, menurut laporan menyerupai
cuaca bidang Teluk San Francisco lebih dari di mana pun di dunia.
Afrika
Selatan ialah negara jajahan Inggris dan Belanda pada abad ketujuh belas.
Dominasi Inggris orang Belanda descendents (dikenal sebagai Boers atau orang
Afrikaans) menghasilkan orang Belanda yang mendirikan koloni baru Orange Free
State dan Transvaal. Penemuan intan di negeri ini sekitar 1900 menjadikan
serbuan Inggris yang mencetuskan Boer War.
Afrika
selatan dikenal dunia sebagai negara yang memiliki sejarah fenomenal dalam
proses demokratisasi. Di tengah kobaran patriotisme Mandela, Afrika Selatan
berhasil mengakhiri rezim apartheid, yang sebelumnya mencengkeram negara
tersebut selama puluhan tahun dari 1979 hingga 1991, rezim yang memecah belah
nilai kemanusiaan berdasarkan perbedaan warna kulit, warga kulit putih dan
kulit hitam.
Pada
tahun 1993, Afrika Selatan mengadopsi sebuah konstitusi yang dianggap
demokratis bagi Afrika Selatan yaitu Konstitusi Sementara. Disebut Konstitusi
Sementara sebab dalam konstitusi sendiri disebutkan bahwa akan dibentuk
konstitusi yang lebih permanen dan tidak dibentuk secara terburu-buru layaknya
konstitusi sementara. Konstitusi Sementara Tahun 1993 mengubah parlemen menjadi
sistem dua kamar yang terdiri dari National Assembly dan National Council of
Parliament atau Senate. Konstitusi Sementara juga mencantumkan Bill of Rights.
Pengubahan sistem trikameral menjadi bikameral serta pencantuman Bill of Rights
inilah yang dianggap sebagai pondasi bagi sebuah kehidupan baru yang demokratis
di Afrika Selatan.
Pada
tahun 1996 Afrika Selatan sukses menghasilkan Undang Undang Dasar bagi negara
tersebut. Afrika Selatan muncul sebagai negara demokratis setelah berhasil
menyelenggarakan pemilihan umum yang pertama kalinya pada tahun 1999, lima
tahun setelah “belajar” demokrasi. Sejarah manis peta perpolitikan ditorehkan
Mandela saat ia membatasi periode kepemimpinannya.
Sejak
14 Juni 1999 Afsel memiliki presiden baru, Thabo Mvuyelwa Mbeki, yang bertugas
meneruskan peta demokrasi bagi Afrika Selatan yang telah dirintis Mandela. Satu
langkah penting –demokrasi– telah tercapai, Afrika Selatan berupaya melebarkan
sayap untuk meningkatkan kualitas kehidupan rakyatnya sesuai dengan potensi
yang dimiliki.
Dilihat
dari struktur tata negara afrika selatan, maka akan ditemui salah satu di
antaranya adalah Mahkamah Konstitusi. Menurut Deputi Chief Justice, Monseneke,
pelayanan terhadap constitutional complaint di Mahkamah Konstitusi Afrika
Selatan dalam setahun terakhir ini telah tercatat berjumlah 570 perkara.
Pembentukan
Mahkamah Konstitusi di Afrika Selatan, pada tahapan agenda, setting mereka
lebih dulu menyiapkan paradigma constitution making yang terdiri:
1.
kesepakatan membuat konstitusi sementara sebagai masa peralihan dari rezim
apartheid;
2. pemberian
mandat kepada parlemen hasil Pemilu 1994 sekaligus menjadi Majelis Konstitusi;
3. pembuatan
34 prinsip-prinsip konstitusi yang menjadi acuan konstitusi baru.
Constitutional principles itu mencakup hal-hal dasar universal seperti
perlindungan HAM dan kemerdekaan kekuasaan peradilan;
4.
pembentukan Mahkamah Konstitusi yang berfungsi menyertifikasi rancangan
konstitusi yang disiapkan Constitutional Assembly. Caranya, Mahkamah Konstitusi
mengecek apakah rancangan konstitusi Majelis Konstitusi bertentangan atau tidak
dengan ke 34 constitutional principles; dan
5. mekanisme
pengesahan konstitusi sekaligus menyediakan alternatif guna menghindari
deadlock.
Langkah
awal Afrika Selatan melakukan reformasi konstitusi adalah membuat prosedur
pembuatan konstitusi yang lebih demokratis. Inilah kelemahan mendasar reformasi
konstitusi Indonesia yang melakukan perubahan UUD 1945 bersandarkan ketentuan
Pasal 37. Suatu absurditas reformasi konstitusi, karena menggantungkan proses
perubahan pada pasal yang seharusnya menjadi bagian yang diubah. Berangkat akan
arti penting self-belonging rakyat atas konstitusinya maka Afrika Selatan
menyebarluaskan rancangan UUD-nya melalui radio, televisi, buletin selain
seminar-seminar. Hasilnya, diperkirakan 82 persen penduduk di atas usia 18
tahun mendengarkan siaran radio konstitusi; Tiga puluh tujuh program tentang
konstitusi di televisi mendapatkan sambutan hangat 34 persen pemirsa; Setiap
dua minggu 160.000 buletin Constitutional Assembly dibagikan kepada khalayak
ramai. Akhirnya, April 1996 menjelang draf konstitusi selesai, survei
independen menyimpulkan, kampanye reformasi konstitusi berhasil menjaring 73
persen orang dewasa Afrika Selatan (Christina Murray: 2001). Last but not least
Afrika Selatan diuntungkan dengan kepemimpinan negarawan sekelas Presiden
Nelson Mandela.
Kewenangan
Mahkamah Konstitusi Republik Afrika Selatan
Kewenangan
Mahkamah konstitusi afrika selatan langsung di sebutkan dalam dalam konstitusinya
(Undang-undang Dasarnya), sama halnya seperti wewenang mahkamh konstitusi
Indonesia yang sama-sama wewenangnya di berikan dan di sebutkan langsung dalam
UUD 1945, wewenang mahkamah konstitusi afrika selatan adalah sebagai berikut.
1. memutuskan
perselisihan antara organ-organ negara dalam lingkup nasional atau propinsi
tentang status konstitusional, kekuasaan atau fungsi-fungsi dari setiap
organ-organ negara tersebut;
2. memutuskan
konstitusionalitas dari setiap parlemen atau rancangan
Undang-undang Provinsi, tapi hanya dapat melakukannya dalam keadaan
diantisipasi dalam pasal 79 atau 121 kostitusi afrika selatan;
3. memutus permohonan
atas onstitusionalitas UU atau Peraturan Daerah yang diajukan oleh anggota
parlemen atau anggota legislatif daerah sebagaimana diatur dalam pasal 80 atau
122.
Di dalam pasal 80 tersebut dejelaskan bahwa Aplikasi oleh anggota majelis Nasional ke Mahkamah Konstitusi. Anggota Dewan Nasional dapat mengajukan
permohonan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memesan menyatakan bahwa semua atau bagian dari Undang-undang Parlemen
adalah inkonstitusional. Permohonan harus
didukung oleh sekurang-kurangnya sepertiga anggota Majelis Nasional; dan harus dilakukan dalam waktu 30 hari dari
tanggal yang disepakati Presiden dan menandatangani
Undang-Undang. Mahkamah Konstitusi dapat
memerintahkan bahwa semua atau bagian dari undang-undang yang merupakan subjek aplikasi dalam hal ayat (1) tidak memiliki
kekuatan sampai Mahkamah telah memutuskan aplikasi
jika kepentingan pengadilan
memerlukan ini; dan pelaksanaan berjalan dengan baik serta yang masuk akal.
Sedangkan dalam pasal 122 disebutkan Aplikasi dengan anggota Mahkamah
Konstitusi. Anggota dari legislatif
provinsi dapat mengajukan permohonan
kepada Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan bahwa semua atau sebagian dari UU provinsi tersebut inkonstitusional atau tidak sesuai dengan konstitusi. Permohonan di antaranya harus didukung oleh
sekurang-kurangnya 20 persen dari anggota legislatif dan harus dilakukan dalam waktu 30 hari dari tanggal yang disepakati
Perdana Menteri dan menandatangani Undang-Undang. Mahkamah Konstitusi dapat memerintahkan bahwa
semua atau bagian dari undang-undang yang subjek penerapan
dalam hal ayat tertentu tidak mempunyai kekuatan sampai Pengadilan telah memutuskan jika kepentingan pengadilan
memerlukan ini; dan penerpan sebuah UU berjalan
dengan baik. Jika suatu pelaksanaan UU tidak berhasil, dan tidak
memiliki kemajuan yang masuk akal Mahkamah Konstitusi dapat memerintahkan
pemohon untuk membayar kerugian yang di
timbulkan.
1. memutuskan
konstitusionalitas dari setiap amandemen Konstitusi;
2. memutuskan bahwa DPR atau
Presiden telah gagal memenuhi kewajiban konstitusional atau
3. mengesahkan konstitusi propinsi sebagaimana
diatur dalam pasal 144.
Dalam pasal 144 tersebut, di jelaskan mengenai Sertifikasi konstitusi provinsi, Jika sebuah provinsi memiliki badan
legislative yang mengubah sebuah
konstitusi, maka Ketua legislatif harus
menyerahkan teks konstitusi atau
amandemen konstitusi yang hendak di ubah ke
Konstitusi Mahkamah untuk sertifikasi. Tidak
ada UU yang dapat di jalankan di tingkat
provinsi sebelum ada pengakuan atau pengesahan dari mahkamah konstitusi, semua
UU yang hendak di ubah harus di laporkan terlebih dahulu kepada Mahkamah
Konstitusi. bahwa teks UU tersebut
telah disahkan sesuai dengan pasal 142;
dan bahwa seluruh teks sesuai dengan pasal 143.
Mahkamah
Konstitusi membuat keputusan akhir apakah suatu
Undang-undang Parlemen, sebuah pelaksanaan Undang-undang provinsi atau Presiden
adalah konstitusional, dan harus mengkonfirmasi urutan ketidakabsahan yang
dibuat oleh putusan Banding Mahkamah
Agung, Pengadilan Tinggi, atau pengadilan lainnya
yang status sama, sebelum perintah itu mempunyai kekuatan. Undang-undang Nasional atau peraturan Mahkamah Konstitusi harus membiarkan
seseorang untuk bertindak, ketika tindakan itu dalam kepentingan keadilan dan
dengan izin dari Mahkamah Konstitusi antara lain untuk membawa masalah
secara langsung ke Mahkamah Konstitusi; atau banding
langsung ke Mahkamah Konstitusi dari pengadilan lain serta Masalah konstitusional
termasuk segala masalah yang melibatkan penafsiran, perlindungan atau penegakan
konstitusi.
Mahkamah Konstitusi adalah peradilan
tertinggi yang memutus permasalahan konstitusional (pasal 167 ayat (2a)
Konstitusi Republik Afrika Selatan). Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan
untuk memutus perkara-perkara konstitusional dan atas permasalahan yang
berkaitan dengan putusan pada tingkat peradilan lain atas perkara
konstitusional. Yang dimaksud perkara konstitusional adalah setiap permasalahan
yang menyangkut penafsiran, penjagaan atau penegakan konstitusi (pasal 167 ayat
(7) Konstitusi Republik Afrika Selatan 1996). Dalam konteks ini Mahkamah
Konstitusi Afrika Selatan berbeda dengan Konstitusi Mahkamah RI. Di Indonesia,
Konstitusi Mahkamah berdampingan seiring sejalan dengan MA sebagai pemegang
kekuasaan kehakiman. Akan tetapi Konstitusi Mahkamah dan lembaga-lembaga
peradilan di bawah MA tidak memiliki keterkaitan.
Sedangkan Mahkamah Konstitusi Afrika
Selatan adalah lembaga peradilan tertinggi yang memutus permasalahan
konstitusi. Sehingga perkara yang ditangani oleh peradilan tinggi, misalnya
yang berkaitan dengan perkara konstitusional maka kata akhir putusan atas
perkara tersebut berada di tangan Konstitusi Mahkamah (pasal 169 jo. Pasal 167
Konstitusi Republik Afrika Selatan). Pemohon biasanya mengajukan
perkara-perkara konstitusional (constitutional complaints) ke pengadilan
tinggi terlebih dahulu. Konstitusi mengatur bahwa pemohon yang dapat mengajukan
gugatan konstitusional sangatlah longgar, setiap warga negara dapat mengajukan
gugatan sebagai individu, atas nama kelompok atau lembaga-lembaga privat
lainnya. Atas putusan Pengadilan Tinggi dalam perkara konstitusional, bilamana
Pengadilan Tinggi memutuskan untuk mengabulkan permohonan pemohon terutama
dalam hal putusan atas tidak berlakunya sebuah UU atau Peraturan Daerah,
putusan Pengadilan Tinggi itu harus dikonfirmasi terlebih dahulu kepada
Mahkamah Konstitusi sebelum dibacakan di depan sidang terbuka dan putusan itu
dinyatakan berlaku serta memiliki kekuatan hukum tetap.
Bilamana putusan Pengadilan Tinggi
menyatakan menolak atau tidak dapat menerima permohonan, maka Pemohon yang
tidak puas atas putusan tersebut dapat mengajukan banding ke Mahkamah
Konstitusi. Akan tetapi pengajuan banding kepada Konstitusi Mahkamah tidak
seketika itu lantas diterima oleh Konstitusi Mahkamah. Pemohon harus
menyampaikan pengajuan banding dalam jangka waktu 15 hari setelah sidang
pembacaan putusan oleh Pengadilan Tinggi. Syarat dan tata cara pengajuan
banding diatur dalam peraturan nomor 19 dan 20 Peraturan Konstitusi Mahkamah.
Hukum acara Mahkamah
Konstitusi Afrika Selatan berbeda dengan hukum acara Mahkamah
Konstitusi RI. Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan lebih banyak melakukan pemeriksaan
dokumen-dokumen dan tidak melakukan pemeriksaan perkara melalui persidangan.
Sehingga Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan
tidak mendengar keterangan-keterangan dalam hal pembuktian dengan memanggil
saksi atau ahli dalam persidangan terbuka, layaknya hukum acara Mahkamah
Konstitusi RI. Akan tetapi dalam keadaan tertentu, Mahkamah
Konstitusi juga dapat melakukan persidangan terbuka.
Yaitu bilamana diperlukan keterangan-keterangan tambahan dari pihak-pihak yang
berperkara disebabkan keteranganketerangan yang diperoleh Hakim melalui dokumen
tertulis tersebut sulit untuk dicerna oleh Hakim. Dibukanya persidangan terbuka
terhadap satu kasus harus dengan persetujuan dari Ketua Mahkamah
Konstitusi.
Peraturan Mahkamah
Konstitusi menentukan secara rigid jadwal
sidang terbuka Mahkamah Konstitusi. Ada 4
waktu dimana Mahkamah Konstitusi bisa
menggelar sidang terbuka yaitu, pertama antara 15 Februari s.d 31 Maret;
kedua, antar 1 Mei s.d 31 Mei; ketiga, antara 15 Agustus s.d 30
September; terakhir keempat, antara 1 November s.d 31 November. Meskipun
persidangan ini terbuka untuk umum dan pers, namun terdapat tata tertib yang
melarang pengambilan gambar dan merekam jalannya persidangan. Putusan Mahkamah
Konstitusi adalah eksklusif hanya mengenai
penafsiran atas konstitusi berkenaan dengan perkara yang diperiksa. Oleh sebab
itu, dalam putusannya Mahkamah Konstitusi
menjatuhkan hukuman atau sanksi bagi pihakyang bersalah atau memberikan putusan
untuk membayar ganti rugi bagi pihak penggugat.
4.
Sejarah Terbentuknya Mahkamah Konstitusi Di Inggris.
Kerajaan Inggris adalah negara monarki
konstitusional, dengan kekuasaan eksekutif dipegang oleh Perdana Menteri dan
menteri-menteri dalam kabinet yang mengepalai departemen-departemen.
Menteri-menteri ini berasal dari dan sekaligus bertanggung jawab kepada
Parlemen, lembaga legislatif. Kerajaan Inggris adalah salah satu dari sedikit
negara-negara di dunia saat ini yang tidak memiliki konstitusi tunggal dan tertulis.
Sebaliknya, yang berlaku di negara ini adalah, konvensi-konvensi, hukum yang
berlaku umum, kebiasaankebiasaan tradisional, dan bagian-bagian yang terpisah
dari hukum tata negara. Konstitusi Kerajaan
Inggris memang tidak memiliki bentuk yang terkodifikasi, namun aturan-aturan
hukum yang memuat berbagai hal tertentu dan saling terpisah banyak ditemukan
dengan istilah “constitution”. Peraturan yang pertama kali dikaitkan dengan
istilah konstitusi di negara ini adalah “Constitutional of Clarendon 1164” yang
disebut oleh Raja Henry II sebagai “constitutions”, “avitae constitution or
leges, a recordatio vel recognition”, menyangkut hubungan antara gereja dan
pemerintahan negara pada masa pemerintahan kakeknya, yaitu Raja Henry I. Di
masa-masa selanjutnya, istilah constitutio sering pula digunakan bergantian
dengan istilah lex atau edictum untuk menyebut berbagai peraturan
perundang-undangan (secular administrative enactments). Kata constitution juga
sering digunakan untuk titah raja atau ratu (a royal edict). Arti constitution
sendiri tercermin dalam pernyataan Sir James Whitelocke pada sekitar tahun
1570-an, yaitu pengertian konstitusi dalam dua konsepsi. Pertama, konstitusi
sebagai bingkai alami sebuah negara, dan kedua, konstitusi sebagai hukum publik
dalam kerajaan (jus publicum regni).
Hukum
Dasar atau “Konstitusi” Kerajaan Inggris
Walaupun
tidak tertulis, hukum dasar (“konstitusi”) Kerajaan Inggris secara garis besar
dapat dinyatakan telah mengatur hal-hal di bawah ini.
1.
Hak asasi manusia, yang di dalamnya mengatur pula mengenai:
a.
hak asasi manusia internasional;
b.
penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia; penghormatan terhadap
persamaan derajat tanpa memandang ras, agama, jenis kelamin, status sosial,
dsb.; jaminan keamanan;penghapusan perbudakan; pemberian hukuman; perkawinan
dan keluarga; hak milik atas benda;
c.
perlindungan hukum, persamaan dalam hukum, penghormatan terhadap pengadilan,
pemulihan nama baik, asas praduga tak bersalah;
d.
kebebasan individu, hak pribadi, kebebasan bergerak, kebebasan beragama,
kebebasan berekspresi;
e.
hak politik, suaka politik, kewarganegaraan, kebebasan berkumpul dan
berserikat;
f. hak sosial, hak bekerja, waktu kerja, hak memperoleh tempat tinggal yang layak, pendidikan, ilmu pengetahuan, seni, budaya;
f. hak sosial, hak bekerja, waktu kerja, hak memperoleh tempat tinggal yang layak, pendidikan, ilmu pengetahuan, seni, budaya;
g.
batasan-batasan hak asasi manusia.
2.
Organisasi negara, yang meliputi pengaturan tentang:
a.
bentuk umum pemerintahan;
b.
parlemen, House of Commons, partai, pengambilan keputusan, legislasi,
komisi-komisi, House of Lords, keuangan, masyarakat Eropa, ombudsman parlemen;
c. pemerintah, komposisi pemerintah, lobi, Dewan Penasihat;
c. pemerintah, komposisi pemerintah, lobi, Dewan Penasihat;
d.
pemerintah lokal;
e.
peradilan, sistem hukum, pengadilan pidana, pengadilan perdata, Tribunal;
f.
Pengadilan Eropa.
Dengan
demikian, walaupun hukum dasar atau “konstitusi” Kerajaan Inggris tidak berada
dalam sebuah kesatuan peraturan tunggal, namun peraturan-peraturan yang
terpisah dan berasal dari konvensi, statuta, dan kebiasaan tradisional tersebut
telah mengatur banyak hal, layaknya berbagai konstitusi tertulis undang-undang
dasar yang digunakan di kebanyakan negara.
KEKUASAAN
EKSEKUTIF
Kerajaan
Inggris merupakan sebuah negara berbentuk monarki dengan sistem pemerintahan
parlementer yang menganut paham demokrasi. Pemegang kedalutan, yaitu Ratu
Elizabeth II sejak 1952, adalah kepala negara yang juga bertindak sebagai
kepala dari lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta panglima
tertinggi angkatan bersenjata dan pemimpin Gereja Inggris (Church of England).
Dalam praktiknya, kekuasaan membuat hukum dan peraturan
perundang-undangan dilakukan melalui parlemen. Dalam tradisi asli Inggris, pemegang kedaulatan berkuasa tidak berdasar atas sebuah aturan, namun saat ini, Ratu pun tunduk pada hukum, mengatur hanya bila mendapat persetujuan parlemen, dan bertindak atas nasihat para menterinya.
perundang-undangan dilakukan melalui parlemen. Dalam tradisi asli Inggris, pemegang kedaulatan berkuasa tidak berdasar atas sebuah aturan, namun saat ini, Ratu pun tunduk pada hukum, mengatur hanya bila mendapat persetujuan parlemen, dan bertindak atas nasihat para menterinya.
Pemegang
kekuasaan eksekutif dalam negara ini adalah seorang Perdana Menteri, dipilih
oleh Ratu, yang secara tradisi merupakan ketua dari partai berkuasa dalam
parlemen. Dalam menjalankan tugasnya, Perdana Menteri dibantu oleh para menteri
yang dipilih dari partai berkuasa dan kebanyakan yang berada dalam the House of
Commons, serta harus orang-orang yang menyetujui segala kebijakan pemerintah
secara umum. Para menteri senior, berjumlah sekitar 20 orang, merupakan
komposisi dari kabinet. Mereka mengadakan pertemuan secara reguler untuk
memutuskan kebijakan berkaitan dengan isu-isu besar. Secara kolektif, para
menteri bertanggung jawab atas semua keputusan yang dibuat kabinet kepada
parlemen. Sedangkan secara individu, menteri-menteri tersebut bertanggung jawab
kepada parlemen atas kinerja departemen mereka masing-masing. Perdana Menteri
dan Kabinet Sebagai kepala pemerintahan, Perdana Menteri merupakan representasi
utama dari pemerintah. Selain itu, Perdana Menteri juga memiliki hak untuk
memberikan rekomendasi dalam hal penunjukan hakim senior dan uskup senior pada
Gereja Inggris.
Perdana
Menteri memilih menteri-menteri untuk disusun ke dalam kabinet. Selanjutnya,
kabinet membentuk kebijakan-kebijakan pemerintah yang akan ditawarkan kepada
parlemen sebagai rancangan peraturan. Pertemuan yang dilakukan oleh kabinet
diadakan dalam sebuah rapat tertutup yang terjaga kerahasiannya. Untuk menjaga
stabilitas kabinet, para anggota harus selalu bertindak secara bersama-sama dan
mengeluarkan pernyataan atau kebijakan
secara kolektif. Jika seorang menteri tidak setuju dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh kabinet, maka menteri tersebut harus mengundurkan diri. Setiap menteri mengepalai sebuah departemen dan bertanggung jawab penuh atas kinerja departemen yang ia pimpin tersebut. Masing-masing menteri dituntut untuk mempersiapkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh the House of Commons dalam parlemen. Menteri-menteri yang juga duduk dalam the House of Lords memiliki sekretaris dalam parlemen yangbertugas menjawab setiap pertanyaan yang mengemuka dalam the House of Commons. Penerapan mekanisme seperti ini dalam sistem parlementer sekaligus untuk mengontrol pemerintah (departemen-departemen) agar terhindar dari inefisiensi dan tindakan yang tak bertanggung jawab. Terdapat banyak departemen pemerintah dengan ruang lingkup dan kompleksitas yang berbeda-beda. Departemen-departemen utama di antaranya adalah:
secara kolektif. Jika seorang menteri tidak setuju dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh kabinet, maka menteri tersebut harus mengundurkan diri. Setiap menteri mengepalai sebuah departemen dan bertanggung jawab penuh atas kinerja departemen yang ia pimpin tersebut. Masing-masing menteri dituntut untuk mempersiapkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh the House of Commons dalam parlemen. Menteri-menteri yang juga duduk dalam the House of Lords memiliki sekretaris dalam parlemen yangbertugas menjawab setiap pertanyaan yang mengemuka dalam the House of Commons. Penerapan mekanisme seperti ini dalam sistem parlementer sekaligus untuk mengontrol pemerintah (departemen-departemen) agar terhindar dari inefisiensi dan tindakan yang tak bertanggung jawab. Terdapat banyak departemen pemerintah dengan ruang lingkup dan kompleksitas yang berbeda-beda. Departemen-departemen utama di antaranya adalah:
a.
Departemen Keuangan;
b.
Departemen Pertahanan;
c.
Departemen Kesehatan;
d.
Departemen Dalam Negeri;
e.
Departemen Luar Negeri; dan
f.
Departemen Pos.
Sebagian
besar pekerjaan dalam departemen pemerintah dilaksanakan oleh pegawai negeri
sipil. Karena tidak satu pun pegawai negeri sipil yang secara politis dipilih
atau ditunjuk, maka perubahan yang terjadi dalam pemerintahan tidak memberikan
dampak apapun bagi para staf dalam departemen
Dewan Penasihat.
Dewan Penasihat.
Lembaga
yang dalam bahasa aslinya disebut dengan nama The Privy Council ini dahulu
merupakan sumber utama kekuasaan eksekutif. Namun, diterapkannya sistem kabinet
dalam pemerintahan yang dimulai sejak abad ke-18 mengakibatkan peran eksekutif
lebih banyak diambil oleh kabinet. Saat ini, Dewan Penasihat adalah jalur bagi
para menteri untuk menyampaikan nasihatnya bagi Ratu. Terdapat sekitar 500
anggota Dewan Penasihat yang diangkat untuk menjabat seumur hidup. Keanggotaan
Dewan Penasihat terdiri dari seluruh anggota kabinet, politisi-politisi senior,
hakimhakim senior, dan beberapa perwaikilan dari Persemakmuran (the
Commonwealth). Hanya anggota yang berada dalam pemerintahan yang memainkan
peran dalam pembentukan kebijakan. Perdana Menteri memiliki hak untuk
memberikan rekomendasi kepada Ratu dalam menunjuk anggota baru Dewan Penasihat.
Terdapat
beberapa komite dalam Dewan Penasihat, di antaranya adalah Komite Yudisial (the
Judicial Committee). Komisi ini berperan sebagai pengadilan tingkat akhir
(kasasi) dalam proses peradilan bagi seluruh wilayah Kerajaan dan negara-negara
Persemakmuran yang memutuskan untuk menggunakan mekanisme ini di luar
independensi sistem peradilan negara mereka masing-masing. Badan ini juga
merupakan pengadilan tingkat akhir dalam memutus suatu masalah yang berada di
luar kekuasaan dan fungsi dari lembaga eksekutif dan legislatif Skotandia,
Irlandia Utara, dan Wales.
Monarki
Sebagai hasil dari proses panjang berlangsungnya sejarah Kerajaan Inggris, kekuasaan absolut monarki secara bertahap terus dikurangi. Kini, tradisi menjadi berubah di mana Ratu mengikuti nasihat dari para menteri. Secara formal, Ratu memiliki kewenangan menunjuk pemangku jabatan-jabatan penting, termasuk Perdana Menteri, para menteri, hakim, pejabat angkatan bersenjata, gubernur, diplomat, serta uskup senior pada Gereja Inggris. Dalam urusan luar negeri, Ratu sebagai kepala negara, berwenang untuk menyatakan perang ataupun damai, menyatakan pengakuan bagi negara lain, membuat perjanjian kesepakatan internasional, serta mengambil alih atau melepas wilayah kerajaannya.
Sebagai hasil dari proses panjang berlangsungnya sejarah Kerajaan Inggris, kekuasaan absolut monarki secara bertahap terus dikurangi. Kini, tradisi menjadi berubah di mana Ratu mengikuti nasihat dari para menteri. Secara formal, Ratu memiliki kewenangan menunjuk pemangku jabatan-jabatan penting, termasuk Perdana Menteri, para menteri, hakim, pejabat angkatan bersenjata, gubernur, diplomat, serta uskup senior pada Gereja Inggris. Dalam urusan luar negeri, Ratu sebagai kepala negara, berwenang untuk menyatakan perang ataupun damai, menyatakan pengakuan bagi negara lain, membuat perjanjian kesepakatan internasional, serta mengambil alih atau melepas wilayah kerajaannya.
Hubungan Antara Monarki dengan
Pemerintah
Dalam sistem ketatanegaraan
Kerajaan Inggris, Ratu memiliki hubungan yang khusus dengan Perdana Menteri,
figur politik senior dan amat dihormati dalam pemerintahan Inggris yang berasal
dari partai politik berkuasa. Walaupun secara konstitusional ia merupakan
pemimpin kerajaan yang harus netral dalam berpolitik, namun Ratu tetap
berwenang memberikan kesempatan bagi Perdana Menteri untuk melakukan dengar
pendapat dengannya. Dalam hal audiensi, Ratu menyediakan waktu secara berkala
bagi Perdana Menteri untuk bertemu dengannya, di mana Ratu berhak sekaligus
berkewajiban untuk menyampaikan pemandangannya mengenai masalah pemerintahan.
Apabila tidak ada waktu bagi mereka untuk bertemu, maka selanjutnya mereka
berkomunukasi melalui telepon. Pertemuan ini, sebagai sebuah pertemuan antara
Ratu dan kepala pemerintahan, dilakukan secara amat pribadi. Setelah
menyampaikan pandangannya, Ratu mendengarkan nasihat dari Perdana Menterinya.
Selain itu, Ratu juga terlibat dalam pelaksanaan dalam pemilihan umum (pemilu).
Sewaktu-waktu, Perdana Menteri yang sedang menjabat dapat meminta persetujuan
Ratu untuk membubarkan parlemen dan meminta mengadakan pemilu baru. Setelah
pemilu, penunjukan Perdana Menteri juga menjadi hak prerogatif Ratu dengan
didasarkan pada konvensi yang berlaku sebagai sumber hukum.
KEKUASAAN LEGISLATIF
Lembaga Legislatif di Kerajaan Inggris
Secara teori, keluarga kerajaan
memiliki kekuasaan yang amat besar dalam sebuah monarki seperti Inggris. Namun,
walaupun tidak seluruhnya, peran yang dilakukannya Ratu, dalam hal ini terutama
hanya yang bersifat seremonial. Monarki merupakan bagian yang terintegrasi dari
Parlemen (sebagai Crown-in-Parliament) dan secara teori memberikan kekuasaan
kepada
Parlemen dalam hal pembuatan undang-undang. Sebuah Keputusan Parlemen tak akan menjadi sebuah hukum sebelum disetujui oleh monarki (dalam hal ini dikenal dengan sebutan Royal Assent). Dalam praktiknya, sejak Ratu Anne pada 1708, tak pernah lagi ada seorang raja/ratu yang menolak menyetujui rancangan undang-undang yang telah disetujui oleh Parlemen.
Parlemen dalam hal pembuatan undang-undang. Sebuah Keputusan Parlemen tak akan menjadi sebuah hukum sebelum disetujui oleh monarki (dalam hal ini dikenal dengan sebutan Royal Assent). Dalam praktiknya, sejak Ratu Anne pada 1708, tak pernah lagi ada seorang raja/ratu yang menolak menyetujui rancangan undang-undang yang telah disetujui oleh Parlemen.
Sistem Parlemen
Kekuasaan legislatif dalam sistem
ketatanegaraan Kerajaan Inggris dipegang oleh Parlemen yang terdiri atas dua
kamar (bikameral), yaitu the House of Commons dan the House of Lords. Kedua
kamar ini memiliki kedudukan yang terpisah, namun keduanya terlibat dalam
proses legislasi. Dalam teori ketatanegaraan Kerajaan Inggris, fungsi Ratu
sebagai pemegang kekuasaan legislatif tertinggi dilakukan melalui Parlemen.
Namun, dalam praktiknya, Ratu dan Parlemen jarang bersama, kecuali pada saat
pembukaan sidang Parlemen.
Fungsi Parlemen
Parlemen adalah pelaksana fungsi
legislasi nasional dalam system ketatanegaraan Kerajaan Inggris. Lembaga inilah
pemegang kekuasaan tertinggi di bidang legislatif, berdasarkan doktrin mengenai
kedaulatan parlemen. Dengan sistem dua kamar atau bikameral, Parlemen terdiri
dari the House of Commons yang dipilih rakyat dan the House of Lords yang tidak
dipilih rakyat kebanyakan anggotanya diangkat. The House of Commons dianggap
lebih kuat secara politis dibandingkan the House of Lords. The House of Commons
terdiri atas 646 anggota yang dipilih secara langsung oleh konstituen
berdasarkan jumlah populasi penduduk. Sementara itu, the House of Lords tidak
memiliki jumlah anggota yang tetap (berkisar 700-an anggota).
Secara garis besar, Parlemen
memiliki tiga fungsi utama, yaitu:
a. melakukan pengujian terhadap
rancangan peraturan perundangundangan;
b. melakukan pengujian dan memberikan kritik terhadap kebijakan pemerintah dan administrasi;
b. melakukan pengujian dan memberikan kritik terhadap kebijakan pemerintah dan administrasi;
c. melakukan pembahasan mengenai
isu-isu utama yang aktual.
Partai-partai Berkuasa
Sejak 1920-an, dua partai politik
terbesar, yaitu Partai Buruh dan Partai Konservatif, menguasai perpolitikan di
Inggris. Di setiap pemilihan umum Parlemen, kedua partai politik ini selalu
bersaing ketat dalam mendongkrak perolehan suara untuk menunjukkan dominasinya.
Partai Demokrat Liberal sebagai partai ketiga terbesar dalam Parlemen secara
aktif terus melakukan
usaha reformasi sistem untuk menjegal dominasi kedua partai tersebut yang seakan-akan telah memberlakukan sistem dua partai.
usaha reformasi sistem untuk menjegal dominasi kedua partai tersebut yang seakan-akan telah memberlakukan sistem dua partai.
The House Of Commons
The House of Commons merupakan
bagian pertama dari system bikameral badan legislatif Kerajaan Inggris. Inilah
kamar yang menjadi pusat kekuatan Parlemen. Mereka yang ada di dalamnya sebagai
anggota bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang memilihnya, dan sejak
abad ke-20, the House of Lords mengakui supremasi lembaga ini. Kamar ini
terdiri atas 646 anggota yang dipilih secara langsung oleh rakyat Kerajaan
Inggris dengan komposisi sebagai berikut: 529 anggota mewakili konstituen
England, 40 mewakili Wales, 59 mewakili Scotland, dan 18 mewakili Northern
Ireland.Fungsi dan Peran The House Of Commons Sejak dahulu dalam tradisi
ketatanegaraan Kerajaan Inggris, the House of Commons selanjutnya disebut the
Commons dianggap sebagai kamar rendah, namun merupakan arena utama pertarungan
politik dalam parlemen. Pemerintah, yaitu Perdana Menteri dan kabinetnya dapat
mempertahankan jabatannya selama mendapat dukungan mayoritas dari para anggota
the Commons. Sama halnya dengan The House of Lords, the Commons melakukan
pembahasan terhadap pembuatan peraturan perundang-undangan baru sebagai bagian
dari proses pembentukan Keputusan Parlemen (Act of Parliament). Undang-undang
mengenai keuangan, misalnya tentang pajak dan pengeluaran negara, selalu
dibahas dalam the Commons dan harus segera disetujui oleh the House of Lords
tanpa mengalami perubahan (amandemen). Ketua the Commons yang
dipilih oleh seluruh anggota Parlemen untuk memimpin mereka bertindak pula
sebagai juru bicara kamar rendah ini.
Beberapa anggota lain juga dipilih
sebagai wakil juru bicara. Mereka yang dipilih oleh seluruh anggota merupakan
orang-orang yang diajukan oleh partai Pemerintah, tetapi beberapa di antaranya
berasal pula dari pihak oposisi. Selain sebagai juru bicara, Ketua the Commons
juga memegang The House of Commons Commission, badan
internal yang bertanggung jawab atas administrasi kamar ini.The House Of Lords
The House of Lords merupakan kamar kedua dalam Parlemen Kerajaan Inggris. Para
anggota the House of Lords (dikenal dengan sebutan “peers” atau aristokrat)
terdiri dari Lords Spiritual (uskup senior) dan Lords Temporal (laypeers) yang
di dalamnya duduk pula Law Lords (hakim senior). Anggota dalam the House of
Lords tidak dipilih oleh rakyat melainkan diambil dari berbagai golongan yang
dianggap senior dan terpandang di masyarakat Inggris. Secara umum, fungsi the
House of Lords selanjutnya disebut the Lords serupa dengan fungsi the Commons
dalam hal legislasi, membahas isu, dan bertanya pada eksekutif. Namun, dua hal
penting yang amat membedakannya adalah: pertama, para anggota the Lords tidak
merepresentasikan konstituen, dan kedua, mereka tidak terlibat dalam hal yang
berkaitan dengan pajak dan keuangan. Peran the Lords secara umum dipahami
sebagai sebuah peran tambahan dari apa yang telah dilakukan oleh the Commons,
yaitu sebagai perevisi rancangan undang-undang yang dianggap amat penting dan
kontroversial. Semua rancangan undang-undang harus melalui kedua kamar the
Commons dan the Lords sebelum disahkan menjadi undang-undang.
Sementara itu, persetujuan the
Lords terhadap suatu rancangan undang-undang dibutuhkan sebelum Keputusan
Parlemen disetujui, dan the Lords dapat mengubah semua rancangan tersebut,
kecuali yang berkaitan dengan penaikan tarif pajak. Selanjutnya, perubahan atau
amandemen yang telah diajukan tersebut harus disepakati oleh kedua kamar dalam
Parlemen.Peran lain the Lords adalah sebagai pengadilan tingkat akhir untuk
kasus-kasus perdata di seluruh wilayah kerajaan, dan untuk kasus-kasus pidana
wilayah England, Wales, dan Northern Ireland. Untuk peran ini, hanya Law Lords
lah yang terlibat dalam proses persidangan.
KEKUASAAN
YUDIKATIF
Komite Yudisial Dewan Penasihat
Sistem yudisial di Kerajaan Inggris
terbilang unik karena tidak terdapatnya pengadilan nasional tertinggi yang
bersifat tunggal. Komite Yudisial (Judicial Committee) dalam Dewan Penasihat
(Privy Council) merupakan pengadilan banding tingkat akhir untuk perkara-perkara
tertentu, sementara pada banyak kasus lain, the House of Lords-lah yang menjadi
pengadilan banding tertinggi. Di Skotlandia, pemutus tertinggi pada kasus-kasus
pidana adalah Pengadilan Tinggi (High Court of Justiciary), sedangkan pada
kasus perdata tugas tersebut dilaksanakan oleh the House of Lords.
Komite Yudisial yang merupakan
bagian dari Dewan Penasihat adalah pengadilan tingkat akhir bagi seluruh
wilayah Kerajaan Inggris dan negaranegara Persemakmuran yang mengajukan
permohonan banding kepada Ratu. Persidangan dipimpin oleh lima orang hakim
untuk mendengar permohonan banding dari negara-negara Persemakmuran, sementara
untuk kasus lain cukup dengan tiga orang hakim.
Sistem Hukum (Peradilan) di
Kerajaan Inggris
Sebagai sebuah negara, Kerajaan Inggris tidak memiliki suatu badan hukum tunggal yang melingkupi seluruh wilayah kerajaan. Skotlandia memiliki sistem hukum dan peradilan dengan kekhasan tersendiri, begitu pula Irlandia Utara (Northern Ireland) yang secara substansi mempunyai pemberlakuan aturan hukum berbeda dengan yang diterapkan di wilayah England maupun Wales. Satu karakteristik khusus dalam sistem hukum Kerajaan Inggris yang membedakan pula dengan sistem Eropa Kontinental adalah tiadanya kodifikasi peraturan, dengan fakta bahwa semua peraturan yang dibentuk oleh lembaga legislatif dan hukum-hukum tidak tertulis merupakan bagian dari “konstitusi” atau hukum dasar bagi negara ini. Pengadilan perdata di wilayah England dan Wales terdiri dari 218 pengadilan wilayah (county) untuk kasus-kasus kecil dan sebuah Pengadilan Tinggi yang terbagi atas divisi chancery, divisi keluarga, dan divisi Queen’s Bench untuk kasus-kasus yang dianggap lebih penting atau besar.
Permohonan banding mengenai suatu
perkara dari pengadilan wilayah juga dapat diajukan untuk didengar dan
diperiksa oleh Pengadilan Tinggi. Beberapa permohonan banding dapat
diperdengarkan di hadapan the House of Lords, pengadilan banding tingkat akhir
bagi kasus-kasus di seluruh wilayah Kerajaan Inggris. Di Skotlandia,
perkara-perkara perdata diajukan ke pengadilan sheriff (setara dengan
pengadilan wilayah di England) dan Outer House dalam Court of Session,
pengadilan tinggi bidang perdata di Skotlandia. Sementara permohonan banding
diajukan ke Inner House dalam Court of Session. Pengadilan pidana di wilayah
England dan Wales menangani kasus-kasus pidana kecil (96% dari seluruh kasus
pidana) dan terdiri dari tiga hakim yang dikenal sebagai hakim perdamaian (justices
of the peace), dan 78 pusat Pengadilan Kerajaan (Crown Court), dipimpin oleh
hakim tunggal, atau, pada kasus yang dianggap serius, oleh Pengadilan Tinggi
yang dipimipin oleh seorang hakim. Semua kasus harus melewati pemeriksaan juri.
Perkara yang melibatkan anak di bawah usia 17 tahun diajukan di hadapan hakim
perdamaian dalam sebuah pengadilan khusus anak-anak.
Permohonan banding dapat diajukan ke Pengadilan Kerajaan, Pengadilan Banding Pidana, dan untuk kasus-kasus tertentu ke the House of Lords. Di Skotlandia, kasus-kasus kecil di bidang pidana digelar dalam persidangan di pengadilan sheriff dan pengadilan wilayah tanpa melalui pemeriksaan juri, sementara untuk kasus yang lebih serius harus melalui pemeriksaan juri di pengadilan sheriff. Kekuasaan tertinggi pada peradilan pidana dipegang oleh hakim Pengadilan Tinggi, di mana perkara didengar di hadapan seorang hakim dengan juri, dan ini juga merupakan pengadilan banding tingkat akhir. Seluruh proses pemeriksaan dalam persidangan kasus pidana digelar dalam sidang yang terbuka untuk umum. Untuk wilayah England, Wales, dan Northern Ireland, dalam sebuah sidang, 12 orang juri (berasal dari penduduk setempat) secara kolektif memberikan putusan kecuali, tidak lebih dari dua orang juri yang berbeda pendapat, hakim meminta secara langsung kepada mereka untuk kembali pada putusan mayoritas.
Sedangkan di Skotlandia, 15 orang juri harus mencapai keputusan melalui suara terbanayak dan, apabila diperlukan, dapat pula membuat putusan “tidak terbukti”. Tanggung jawab administrasi dalam sistem peradilan di Kerajaan Inggris dipegang oleh Lord Chancellor (juru bicara the Lords) dan home secretary (atau sekretaris negara untuk Skotlandia dan Northern Ireland). Para hakim dipilih dan diangkat oleh Ratu dengan pertimbangan dari Perdana Menteri, Lord Chanchellor, dan menteri terkait dalam kabinet.
5.
Sejarah Terbentuknya Mahkamah Konstitusi Di Portugal.
Portugal adalah
sebuah republik demokrasi diperintah oleh Undang-Undang Dasar tahun 1976 dengan
Lisbon , bangsa terbesar di kota, sebagai ibukotanya. Keempat komponen yang
mengatur utama adalah Presiden Republik , para DPR , yang dikenal sebagai
Majelis Republik, Pemerintah , dipimpin oleh Perdana Menteri , dan pengadilan.
Konstitusi hibah pembagian atau pemisahan kekuasaan antara legislatif,
eksekutif dan yudisial. Portugal seperti kebanyakan negara Eropa tidak memiliki
agama negara , membuatnya menjadi negara sekuler .
Presiden, yang
dipilih untuk masa jabatan lima tahun, memiliki peran mengawasi non-eksekutif.
Presiden saat ini adalah Aníbal Cavaco Silva . Parlemen adalah sebuah ruang
terdiri dari 230 wakil terpilih dalam empat tahun. Pemerintah diketuai oleh
Perdana Menteri (saat ini José Sócrates ) yang memilih Dewan Menteri, yang
terdiri dari seluruh menteri dan sekretaris negara.
Para pemerintah nasional dan regional
(orang-orang Azores dan Madeira daerah otonom), dan parlemen Portugis ,
didominasi oleh dua partai politik, Partai Sosialis dan Partai Sosial Demokrat
. Hak pihak Unitarian Demokrat Koalisi ( Partai Komunis Portugis ditambah
Ekologi Partai "Hijau" ), Bloco de Esquerda (Blok Kiri), dan CDS-PP
(Populer Partai) juga diwakili di parlemen dan pemerintah daerah.
Para pengadilan
diatur dalam beberapa kategori meliputi, administrasi, dan cabang yudikatif
fiskal. Para pengadilan tertinggi adalah pengadilan banding terakhir.tiga belas
orang anggota pengadilan konstitusional mengawasi konstitusionalitas hukum.
Pengadilan Konstitusional Portugal bila dilihat dari segi kawasan dan pembagian
peradilannya menganut model tinjauan konstitusionalnya eropa, begitu pun juga
Indonesia meski tidak berada di kawasan eropa tetapi bila dilihat dari
pembagian peradilannya, maka sama-sama menganut tinjauan konstitusional model
eropa.
Mahkamah
Konstitusi Di Portugal.
Kedudukan Mahkamah Konstitusi di
Portugal
Mahkamah
Konstitusi di Portugal terbentuk pada tahun 1982 ketika terjadi revisi
konstitusi pertama terhadap Konstitusi Portugal 1976, dalam struktur
ketatanegaraan portugal Di Pasal 113 ayat (1) CONSTITUIÇÃO DA REPÚBLICA PORTUGUESA
VII REVISÃO CONSTITUCIONAL 2005 / Konstitusi Portugal Revisi ke-7 tahun 2005)
menyatkan bahwa, di Portugal memiliki Organ/ Lembaga Otoritas Tertinggi yang
terdiri dari :
1. Presiden Republik
Presiden Republik Portugis mewakili
Republik, jaminan kemerdekaan nasional, kesatuan negara, dan fungsi rutin
lembaga-lembaga demokratis, dan ex officio Panglima Tertinggi Angkatan
Bersenjata .
2. Majelis Republik
Majelis Republik adalah wakil dari
semua warga negara Portugis. yang setidaknya memiliki 230 dan paling banyak 235
anggota, sesuai dengan undang-undang pemilihan.
3. Pemerintah
3. Pemerintah
Pemerintah adalah organ untuk
pelaksanaan kebijakan umum negara dan organ tertinggi administrasi publik.
terdiri dari Perdana Menteri, Menteri lain, dan Sekretaris Negara dan
Dibawah-Sekretaris.
4. Pengadilan
Pengadilan adalah organ otoritas tertinggi
yang memiliki kekuatan untuk menegakkan keadilan atas nama rakyat . Pengadilan ini
terdiri dari:
a. Mahkamah Agung : pengadilan
tertinggi hukum, tanpa mengurangi yurisdiksi Mahkamah Konstitusi. yang di
dalamnya terdiri dari Pengadilan Administrasi dan Fiskal , Pengadilan Militer ,
dan Pengadilan Audit .
b. Mahkamah Konstitusi : pengadilan
yang memiliki kekuatan khusus untuk menegakkan keadilan dalam hal baik bersifat
hukum dan konstitusional.
Dari uraian di atas maka, Mahkamah Konstitusi di Portugal dapat dikatakan mempunyai kedudukan yang sederajat dan sama tinggi dengan Mahkamah Agung. Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung sama-sama merupakan pelaksana organ kekuasaan tertinggi dari pengadilan yang merupakan organ / lembaga tertinggi negara.
Dari uraian di atas maka, Mahkamah Konstitusi di Portugal dapat dikatakan mempunyai kedudukan yang sederajat dan sama tinggi dengan Mahkamah Agung. Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung sama-sama merupakan pelaksana organ kekuasaan tertinggi dari pengadilan yang merupakan organ / lembaga tertinggi negara.
Kewenangan Mahkamah Konstitusi
Portugal
Pasal 225 ayat (1) CONSTITUIÇÃO DA
REPÚBLICA PORTUGUESA VII REVISÃO CONSTITUCIONAL 2005 / Konstitusi Portugal
Revisi ke-7 tahun 2005 menyatkan bahwa;
Mahkamah Konstitusi mempunyai yurisdiksi untuk
menilai sesuai dengan konstitusi dan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 277
dan Pasal berikutnya .
Dan di Pasal 225 ayat (2) nya menyatakan bahwa;
Dan di Pasal 225 ayat (2) nya menyatakan bahwa;
Mahkamah Konstitusi juga memiliki
kewenangan sebagai berikut:
a) Untuk memastikan kematian dan menghakimi
ketidakmampuan fisik tetap Presiden Republik, serta untuk memastikan bahwa yang
terakhir adalah sementara dicegah dari menjalankan fungsi-nya;
b) Untuk memastikan perampasan
kantor Presiden Republik dalam keadaan yang disebutkan dalam Pasal 132 (3) dan
133 (3) ;
c) Untuk memberikan penilaian dalam
contoh terakhir pada keteraturan dan keabsahan tindakan prosedur pemilu, sesuai
dengan hukum;
d) Untuk memastikan kematian dan
menghakimi ketidakmampuan untuk menjalankan fungsi presiden, dari setiap
kandidat untuk fungsi Presiden Republik, untuk tujuan yang diberikan dalam
Pasal 127 (3) ;
e) Untuk memberikan penilaian
mengenai legalitas konstitusi partai politik dan aliansi mereka, nama mereka,
monogram, dan simbol-simbol, serta memesan pemotongan mereka, sesuai dengan
konstitusi dan hukum;
f) Untuk memberikan penilaian
tentang kesesuaian dengan Konstitusi referendum dan konsultasi langsung dari
pemilih di tingkat lokal, sebelum ada di antara mereka ditahan.
Kewenangan yang lebih rinci diatur
dalam Organização, funcionamento e processo do Tribunal Constitucional da Lei
Constitucional n.º 1/82 / Undang-Undang No 1 tahun 1982 tentang Organisasi,
operasi dan prosedur Mahkamah Konstitusi seperti pada,
Pasal 6.
(Temuan inkonstitusionalitas dan
ilegalitas)
Hal ini untuk Mahkamah Konstitusi
menikmati inkonstitusionalitas dan ilegalitas dalam Pasal 277. Dan Artikel
berikutnya dari Konstitusi dan UU ini.
Pasal 7.
(Kewenangan yang berhubungan dengan
kekuasaan Presiden)
Hal ini untuk Mahkamah Konstitusi:
Hal ini untuk Mahkamah Konstitusi:
a) memverifikasi kematian dan
menyatakan ketidakmampuan fisik permanen Presiden serta memeriksa sementara
dicegah dari melaksanakan tugasnya;
b) memverifikasi kehilangan jabatan
sebagai Presiden Republik
Pasal 8.
(Kewenangan terkait proses
pemilihan)
Hal ini untuk Mahkamah Konstitusi:
a) menerima dan menerima nominasi
untuk Presiden;
b) memverifikasi kematian dan
menyatakan ketidakmampuan untuk menjalankan fungsi dari setiap calon presiden
untuk Presiden Republik, untuk tujuan ayat 3 Pasal 124. konstitusi;
c) mengadili banding terhadap
keputusan-keputusan tentang keluhan dan protes dalam tindakan debit, parsial,
kabupaten dan pemilihan umum Presiden, dalam Pasal 114 dan 115.
Keputusan-Undang No 319. - A/76, 3 Mei;
d) menolak gugatan tentang
pengajuan pencalonan dan pemilihan sengketa tentang pemilihan presiden,
parlemen, majelis regional dan pemerintah daerah.
e) Menerima dan menerima nominasi
untuk pemilihan anggota parlemen dan memecat mereka dan aplikasi, serta menolak
banding tentang sengketa pemilu tentang pemilihan yang sama;
f) Menilai banding perdebatan
tindakan administratif final dan perintah eksekutif yang dibebankan oleh Komisi
Pemilu Nasional atau organ lain dari administrasi pemilu.
g) Menilai menarik yang berhubungan
dengan pemilihan diadakan di Majelis Nasional dan Sidang DPRD.
Pasal 9.
(Kewenangan terkait dengan partai politik,
koalisi dan front)
Hal ini untuk Mahkamah Konstitusi:
a) menerima pendaftaran partai politik di register, yang ada sebelum Mahkamah;
b) menilai validitas nama, akronim dan lambang partai politik dan koalisi partai dan front, meskipun hanya untuk tujuan pemilu, serta menikmati identitas Anda atau kemiripan dengan pihak lain, koalisi atau front;
C) membuat catatan tentang partai
politik, koalisi atau front dari pihak diharuskan oleh hukum.
d) Menilai tindakan peserta pemilu
dan keputusan organ dari partai politik, yang, menurut hukum, dikenakan untuk
naik banding;
e) Evaluasi keteraturan dan
legalitas dari rekening partai politik di bawah hukum, dan menerapkan sanksi
yang sesuai.
f) memerintahkan penutupan partai politik dan
koalisi partai, di bawah hukum.
Pasal 10.
Pasal 10.
(Kewenangan berhubungan dengan
organisasi yang mengadopsi ideologi fasis)
Hal ini untuk Mahkamah Konstitusi menyatakan,
di bawah dan untuk tujuan 64/78 No Hukum 6 Oktober bahwa setiap organisasi
fasis ideologi dan menetapkan kepunahan mereka.
Pasal 11.
(Kewenangan pada referendum
nasional, regional dan lokal)
Hal ini untuk Mahkamah Konstitusi untuk
memeriksa di muka konstitusionalitas dan legalitas referendum nasional yang
diusulkan, tingkat regional dan lokal, sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 Pasal
115., Ayat 2 Pasal 232 dan Pasal 240. Dan 256. Konstitusi,. termasuk penilaian
persyaratan untuk masing-masing pemilih, dan lebih, untuk mencapai ini
referendum, itu dilakukan oleh hukum.
Pasal 11. Bis
Pasal 11. Bis
(Kewenangan berkaitan dengan
deklarasi pemegang jabatan politik)
Hal ini untuk Mahkamah Konstitusi menerima
laporan aktiva dan pendapatan serta laporan yang tidak kompatibel dan hambatan
dari para pemegang jabatan politik, dan mengambil keputusan mengenai hal yang
dipersyaratkan dalam undang-undang masing-masing.
Pengangkatan Hakim Mahkamah
Konstitusi di Portugal
Pasal 224 ayat (1) CONSTITUIÇÃO DA
REPÚBLICA PORTUGUESA VII REVISÃO CONSTITUCIONAL 2005 / Konstitusi Portugal
Revisi ke-7 tahun 2005 menyatkan bahwa;
Mahkamah Konstitusi terdiri dari
tiga belas hakim, yang sepuluh ditunjuk oleh Majelis Republik dan tiga sisanya
terkooptasi.
Bila dilihat
dari pasal di atas maka berbeda sekali cara pengangkatan hakim konstitusi di
Portugal dengan di Indonesia, bila di Indonesia melibatkan 3 lembaga negara
dalam mengisi jabatan hakim konstitusi nya, maka di Portugal hakim konstitusi
itu 10 orang di pilih oleh Majelis Republik atau Lembaga Perwakilan Rakyat di
Portugal dan sisanya di kooptasi oleh hakim konstitusi yang telah dipilih oleh
Majelis Republik tersebut.perbedaan itu karena Mahkamah Konstitusi Portugal
tidak memiliki kewenangan dalam hal sengketa lembaga negara seperti di
Indonesia sehingga tidak mempertimbangkan pengisian hakimnya dari lembaga
negara yang berbeda, cukup melalui Majelis Republik saja.
PENUTUP
A. Simpulan
Mahkamah Konstitusi melakukan uji undang-undang adalah
untuk menjaga dan menegakkan konstitusi apabila terjadi pelanggaran konstitusi
oleh undang-undang. Dengan mekanisme ini jelas bahwa peranan Mahkamah Konstitusi
dalam ketatanegaraan Indonesia adalah untuk menjaga jangan sampai terjadi
pelanggaran konstitusi oleh lembaga negara.
Ide
pembentukan Mahkamah Konstitusi kedalam konstitusi negara kita sebagai organ
konstitusional baru yang sederajat kedudukannya dengan organ konstitusi
lainnya. Fungsi Mahkamah Konstitusi telah dilembagakan berdasarkan
Undang-undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU No. 24,
2003), Pembentukan Mahkamah Konstitusi di Afrika Selatan, pada tahapan agenda,
setting mereka lebih dulu menyiapkan paradigma constitution making, Langkah
awal Afrika Selatan melakukan reformasi konstitusi adalah membuat prosedur
pembuatan konstitusi yang lebih demokratis
Didalam
menjalankan perannya sebagai penjaga konstitusi, maka Mahkamah Konstitusi
Republik Indonesia diberi kewenangan seperti yang diatur dalam Pasal 24C ayat
(1) UUD RI 1945 yang kemudian dipertegas dalam Undang-undang No. 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi, Kewenangan Mahkamah konstitusi afrika selatan
langsung di sebutkan dalam dalam konstitusinya (Undang-undang Dasarnya), sama
halnya seperti wewenang mahkamh konstitusi Indonesia yang sama-sama wewenangnya
di berikan dan di sebutkan langsung dalam UUD 1945. Mahkamah Konstitusi adalah
peradilan tertinggi yang memutus permasalahan konstitusional baik di republik
Afrika Selatan maupun di Indonesia, Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan
untuk memutus perkara-perkara konstitusional dan atas permasalahan yang
berkaitan dengan putusan pada tingkat peradilan lain atas perkara
konstitusional.
Berdasarkan uraian tersebut di
atas, pada dasarnya banyak terdapat kesamaan antara Indonesia dengan Chili
dalam hal konstitusional review, yaitu dengan adanya sebuah Mahkamah
Konstitusional. Mahkamah Konstitusional Indonesia dengan Chili, pada dasarnya
memiliki beberapa kesamaan.
Perbedaan yang sangat signifikan
terletak pada kewenangan Mahkamah Konstitusi Chili yang hanya bisa
melakukan pengujian terhadap perjanjian internasional yang belum diratifikasi
atau RUU sebelum disahkan menjadi UU. Hal ini serupa dengan kewenangan yang
dimiliki oleh conseil constitutionnel di Perancis. Sedangkan pengujian
perjanjian internasional yang telah diratifikasi atau UU merupakan kewenangan
dari Mahkamah Agung.
Mahkamah Konstitusi Indonesia
memiliki kewenangan konstitusional review dalam permasalahan pengujian UU yang
dianggap inkonstitusional. Sedangkan Mahkamah Agung hanya memiliki kewenangan
judicial review, yaitu untuk produk peraturan perundang-undangan di bawah UU
dengan pembandingnya tentu saja UU.
Kedudukan Mahkamah Konstitusi di
Portugal merupakan salah satu pelaksana organ kekuasaan tertinggi dari
pengadilan bersama Mahkamah Agung yang merupakan 1 dari 4 organ / lembaga
tertinggi Negara yang ada di Portugal.Yang mempunyai kewenangan lebih luas di
banding Mahkamah Konstitusi di Indonesia, kewenangannya Mahkamah Konstitusi di
Portugal adalah sebagai berikut :
1. Kewenangan terhadapTemuan
inkonstitusionalitas dan ilegalitas
2.
Kewenangan yang berhubungan dengan kekuasaan Presiden
3.
Kewenangan terkait proses pemilihan
4.
Kewenangan terkait dengan partai politik, koalisi dan front
5.
Kewenangan berhubungan dengan organisasi yang mengadopsi ideologi fasis
6.
Kewenangan berkaitan dengan deklarasi pemegang jabatan politik.
Dan cara pengangkatan hakimnya pun
berbeda dengan di Indonesia karena di Portugal hanya melibatkan satu lembaga
saja yaitu, 10 orang Di pilih oleh Majelis Republik, dan 3 orang di kooptasi
oleh 10 orang hakim konstitusi yang telah terpilih.
Pemerintahan Inggris yang mengusung konsep monarki jelas berbeda dengan konsep kesatuan republik yang dibawa oleh pemerintahan Indonesia. Pemerintahan Inggris dibawah kekuasaan ratu tak bisa lepas dari konsep kekeluargaan turun temurun, sementara Indonesia menitik beratkan kekuasaan pada rakyat melalui PEMILU yang dilaksanakan 5 tahun sekali. Hal yang paling mencolok dari kedua negara ini adalah tentang Konstitusi yang berjalan di negara masing-masing. Pemerintahan Inggris tidak memiliki konstitusi tertulis sedangkan Indonesia memilikinya dalam bentuk Undang-Undang Dasar 1945.
Pemerintahan Inggris yang mengusung konsep monarki jelas berbeda dengan konsep kesatuan republik yang dibawa oleh pemerintahan Indonesia. Pemerintahan Inggris dibawah kekuasaan ratu tak bisa lepas dari konsep kekeluargaan turun temurun, sementara Indonesia menitik beratkan kekuasaan pada rakyat melalui PEMILU yang dilaksanakan 5 tahun sekali. Hal yang paling mencolok dari kedua negara ini adalah tentang Konstitusi yang berjalan di negara masing-masing. Pemerintahan Inggris tidak memiliki konstitusi tertulis sedangkan Indonesia memilikinya dalam bentuk Undang-Undang Dasar 1945.
Walau
demikian kedua negara tersebut meiliki pertimbangan tersendiri. Inggris yang
memiliki ratu menganggap bahwa ratu merupakan konstitusi hidup turun temurun.
Dalam praktek ketatanegaraan di berbagai negara, seringkali konstitusi yang
tertulis tidak berlaku secara sempurna. Ini dapat terjadi baik karena
pasal-pasal di dalamnya tidak lagi dijalankan, maupun karena konstitusi yang
disusun hanya merupakan perwujudan kepentingan suatu golongan tertentu,
misalnya kepentingan penguasa. Oleh karena itu, yang paling penting bukanlah
adanya. sebuah konstitusi yang tertulis, melainkan terpenuhinya nilai normatif
dalam pemberlakuan konstitusi, meskipun tidak tertulis.
Karl
Lowenstein menyebutkan bahwa apabila suatu konstitusi telah resmi diterima oleh
suatu bangsa dan bagi mereka konstitusi itu bukan saja berlaku dalam arti hokum
(legal), tetapi juga merupakan suatu kenyataan (realitas), maka konstitusi itu
telah dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Dalam hal tersebut, maka
konstitusi itu telah bernilai normatif.
Indonesia
pun menganggap bahwa UUD 1945 memiliki sejarah penting dalam konsep kenegaraan,
selain itu UUD 1945 juga dianggap sebagai pemersatu kebangsaan. Karena
merupakan konstitusi pertama yang diciptakan untuk mengatur tatanan kenegeraan
demi kesatuan visi demi lepasnya masyarakat Indonesia dari penjajahan.
DAFTAR
PUSTAKA
Asshiddiqie,
Jimly. Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia. Edisi Revisi.
Jakarta: Konstitusi Press, 2005.
-----------------------.
Model-Model Pengujian Konstitusional Di Berbagai Negara. Jakarta:
Konstitusi Press, 2005.
-----------------------. Hukum Acara
Pengujian Undang-Undang. Jakarta
Konstitusi
Press. 2006
Kelsen,
Hans. General Theory of Law and State. translated by: Anders Wedberg.
New York: Russell & Russell, 1961.
Lijphart,
Arend. Patterns of Democracy: Government Forms and Performance in Thirty-Six
Countries. New Heaven and London: Yale University Press, 1999.
Hajono. Kedudukan dan Peran Mahkamah Konstitusi
Dalam Kekuasaan Kehakiman dan Ketatanegaraan Indonesia. Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia. 2003.
______di
Mustafa Fakhri, Mahkamah Konstitusi, Kompilasi Ketentuan Konstitusi
, Undang-undang dan Peraturan di 78 Negara, Pusat
Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta
Peraturan
perundang-undangan
UUD 1945
UU Nomor 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
Constitution of
Chile 1980
Hans Kelsen, General
Theory of Law and State, translated by: Anders Wedberg, (New York: Russell
& Russell, 1961), hal 157.
- Organização, funcionamento e processo
do Tribunal Constitucional da Lei Constitucional n.º 1/82 / Undang-Undang No 1
tahun 1982 tentang Organisasi, operasi dan prosedur Mahkamah Konstitusi
Website:
tthp://cms.sip.co.id/hukumonline/detail.asp?id=8499&cl=Fokus,
di akses pada tanggal 12 desember, pukul 20.00 WIB
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0204/23/opini/refo04.htm
di akses pada tanggal 12 desember, pukul 20.00 WIB
pan Mohamad Faiz,Menabur Benih
Constitusional Complaint, diakses dari,
hhtp//Theceli//pub/MENABUR%20BENIH%CONSTUSIONAL%20 COMPLAINT.doc
hhtp://www.legalitas.org/?q=Mahkamah+Konstitusi+Dalam+Ketatanegaraan+Republik+Indonesia
http://rizkisaputro.wordpress.com/2007/07/24/teori-kontrak-sosial-hobbes-locke-dan-rousseau/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar